Pernah berurusan dengan verifikasi? Jika pernah, mungkin sekarang sebagai Wajib Pajak tidak perlu khawatir dan was-was, karena aturan verifikasi sudah tidak berlaku lagi
Sebenarnya istilah verifikasi tidak ditemukan dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Istilah verifikasi muncul justru pada aturan pelaksanaan UU KUP, yaitu Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2011, dimana disana verifikasi diartikan sebagai serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Berdasarkan PP No 74 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi, tujuan dilakukannya verifikasi adalah untuk:
- Menerbitkan NPWP secara jabatan
- Menghapuskan NPWP secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak
- Mengukuhkan PKP secara jabatan
- Mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan Wajib Pajak
- Mencabut pengukuhan PKP secara jabatan atau berdasarkan permohonan PKP; dan/atau
- Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
Kamar Dagang Indonesia (KADIN) kemudian mengajukan judicial review terhadap beberapa pasal dalam PP No 74 tahun 2011 tersebut karena menurut KADIN beberapa pasal tersebut dapat menyebabkan kontra produktif bagi dunia usaha karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan karena tidak sesuai dengan asas-asas keadilan dan kepastian hukum yang menjadi pilar atau filosofi undang-undang perpajakan di Indonesia, sehingga bisa menggangu perekonomian dan penerimaan pajak itu sendiri. Lebih lanjut KADIN menyatakan keberatan terhadap beberapa pasal dalam PP No 74 tahun 2011 adalah karena:
- Diberikannya kewenangan baru kepada Dirjen Pajak yaitu untuk melakukan verifikasi. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian dan kemungkinan penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan ketidakadilan dan kerugian bagi pengusaha yang mencari keadilan
- Adanya ketidakpastian hukum dalam penyelesaian permohonan keberatan pajak karena PP No 74 tahun 2011 telah memberi kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menerbitkan kembali putusan keberatan yang oleh pengadilan pajak sudah dinyatakan cacat hukum dan dibatalkan dengan batas waktu 12 bulan sejak putusan pengadilan terkait . Hal ini seolah-olah Wajib Pajak seperti melakukan kembali proses pengajuan keberatan yang baru. Hal ini dirasakan Wajib Pajak menghabiskan tenaga dan biaya
- Hak Wajib Pajak/Pengusaha untuk memperoleh imbalan bunga apabila putusan banding menyebabkan kelebihan pembayaran pajak oleh PP No 74 tahun 2011 ditunda apabila Dirjen Pajak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Permohonan Judicial review yang dilakukan KADIN tersebut dinyatakan diterima oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung menyatakan bahwa pasal-pasal yang diajukan judicial review oleh KADIN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu UU KUP sehingga pasal-pasal tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku umum. Lebih lanjut Mahkamah Agung memerintahkan kepada Presiden RI mencabut pasal-pasal tersebut.
Pasal-pasal dalam PP No 74 tahun 2011 yang dinyatakan tidak berlaku tersebut diantaranya:
No | Pasal | Uraian/Mengatur Tentang |
1 | Pasal 1 angka 4 | Pengertian verifikasi |
2 | Pasal 1 angka 5 | Pengertian Pembahasan Hasil Akhir Verifikasi |
3 | Pasal 13 ayat (1) |
Kewenangan Dirjen Pajak membatalkan SKP hasil pemeriksaan/verifikasi yang dilakukan tanpa melalui prosedur penyampaian SPHP atau SPHV dan/atau pembahasan hasil akhir pemeriksaan atau pembahasan hasil akhir verifikasi |
4 | Pasal 13 ayat (2) |
Setelah SKP dibatalkan, proses pemeriksaan atau verifikasi dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur yang belum dilaksanakan tersebut. |
5 | Pasal 14 ayat (1) |
Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB apabila terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan hasil verifikasi terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP |
6 | Pasal 14 ayat (3) |
Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi terhadap Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara |
7 | Pasal 15 |
Penerbitan SKPKBT berdasarkan hasil verifikasi atas data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a, yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang |
8 | Pasal 18 ayat (1) huruf a |
Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPLB berdasarkan hasil verifikasi terhadap kebenaran pembayaran pajak atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) UU KUP terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang |
9 | Pasal 19 | Pengecualian pembahasan akhir hasil verifikasi |
10 | Pasal 20 ayat (1) | Laporan Hasil Verifikasi |
11 | Pasal 20 ayat (2) | Pembuatan nota penghitungan |
12 | Pasal 21 | Pengaturan lebih lanjut tata cara verifikasi dengan Peraturan Menteri Keuangan |
13 | Pasal 30 ayat (2) huruf c |
Permohonan pembatalan SKP dari hasil pemeriksaan/verifikasi yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP atau SPHV atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi yang telah diajukan keberatan |
14 | Pasal 35 ayat (1) huruf d |
Kewenangan Dirjen Pajak untuk membatalkan SKP dari hasil pemeriksaan/verifikasi yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP atau SPHV atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi |
15 | Pasal 38 ayat (2) | Gugatan hasil verifikasi |
16 | Pasal 38 ayat (3) | Gugatan hasil verifikasi |
17 | Pasal 48 ayat (3) |
Batas akhir pelunasan SKP apabila Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi |
18 | Pasal 48 ayat (4) |
Batas akhir pelunasan SKP apabila Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu |
19 | Pasal 48 ayat (7) | Jangka waktu penyampaian surat teguran |
20 | Pasal 48 ayat (8) | Jangka waktu penyampaian surat teguran |
21 | Pasal 48 ayat (9) | Jangka waktu penyampaian surat teguran |
22 | Pasal 48 ayat (10) | Penanguhan penagihan pajak |
23 | Pasal 41 ayat (2) |
Jangka waktu penyelesaikan keberatan oleh Dirjen Pajak apabila badan peradilan pajak mengabulkan gugatan Wajib Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang |
24 | Pasal 41 ayat (3) | Jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan |
25 | Pasal 43 ayat (6) huruf c | Pemberian imbalan bunga apabila putusan banding diajukan Peninjauan Kembali |
26 | Pasal 29 ayat (3) |
Wajib Pajak tidak dapat mengajukan keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi dan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar bagi Wajib Pajak yang karena kealpaannya idak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak. |
27 | Pasal 37 | Gugatan |
Sebagai akibat dari dikabulkannya gugatan KADIN tersebut, beberapa ketentuan dicabut dan menjadi tidak sah, dan beberapa ketentuan menjadi tidak berlaku umum. Yaitu:
- Terkait Verifikasi
No | Jenis dan Nomor Peraturan | Perihal |
1 | Peraturan Menteri Keuangan nomor 146/PMK.03/2012 | Tata Cara Verifikasi |
2 | Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013 | Tata Cara Pemeriksaan |
3 | Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2012 |
Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan PKP |
4 | Peraturan Menteri Keuangan nomor 145/PMK.03/2012 |
Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak |
5 | Peraturan Menteri Keuangan nomor 10/PMK.03/2012 |
Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang |
6 | Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-20/PJ/2013 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-38/PJ/2013 |
Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP, Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak |
7 | Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-48/PJ/2013 | Kebijakan Pelaksanaan Verifikasi |
8 | Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-60/PJ/2013 |
Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP, Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-38/PJ/2013 |
Namun Menteri Keuangan bersama-sama Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan ketentuan pengganti atas ketentuan yang menjadi tidak berlaku tersebut, yaitu:
No | Jenis dan Nomor Peraturan yang tidak berlaku | Perihal | Peraturan Pengganti |
1 | Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013 | Tata Cara Pemeriksaan | Peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.03/2015 |
2 | Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2012 | Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan PKP | Peraturan Menteri Keuangan nomor 182/PMK.03/2015 |
3 | Peraturan Menteri Keuangan nomor 145/PMK.03/2012 | Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak | Peraturan Menteri Keuangan nomor 183/PMK.03/2015 |
4 | Peraturan Menteri Keuangan nomor 10/PMK.03/2012 | Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang | Peraturan Menteri Keuangan nomor 187/PMK.03/2015 |
Pencabutan dan perubahan ketentuan-ketentuan tersebut mengakibatkan adanya perubahan prosedur beberapa hal di bawah ini:
No | Ketentuan Lama | Ketentuan Baru |
1 | Verifikasi dalam rangka menerbitkan SKP | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan Tata Cara Pemeriksaan |
2 | Verifikasi dalam rangka penerbitan NPWP secara jabatan, menghapus NPWP secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak, mengukuhkan PKP secara jabatan, mencabut pengukuhan PKP secara jabatan atau berdasarkan permohonan PKP | Pemeriksaan untuk tujuan lain sesuai ketentuan |
3 | Verifikasi dalam rangka mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan Wajib Pajak | Penelitian untuk memastikan keberadaan tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak |
4 | Verifikasi dalam rangka mengembalikan kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang | Penelitian kebenaran pembayaran pajak |
- Terkait Imbalan Bunga
Sementara itu ketentuan terkait pemberian imbalan bunga dalam hal putusan banding diajukan peninjauan kembali yang sebelumnya diatur dalam Perturan Menteri Keuangan nomor 226/PMK.03/2013 telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 186/PMK.03/2015. Yang pada intinya:
- Pengajuan Peninjauan Kembali baik oleh Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding dari Pengadilan Pajak tidak menunda atau menangguhkan pemberian imbalan bunga dlaam hal Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan pemberian imbalan bunga sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur tentang tata cara penghitungan dan pemberian imbalan bunga dan peraturan pelaksanaannya
- Dalam hal Putusan Peninjauan Kembali mengakibatkan adanya penagihan kembali imbalan bunga yang telah diberikan pada saat pelaksanaan Putusan Banding, imbalan bunga tersebut ditagih kembali bersamaan dengan pelaksanaan Putusan Peninjauan Kembali
- Terkait Upaya Hukum atas SKPKB Yang Diterbitkan Berdasarkan Pasal 13A UU KUP
Sebagai tindak lanjut atas Putusan MA tersebut, Menteri Keuangan telah mengubah Peraturan Menteri Keuangan nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 202/PMK.03/2015, yang mengatur bahwa SKPKB yang diterbitkan berdasarkan pasal 13A UU KUP tidak dapat diajukan keberatan.
- Terkait Keputusan atau Ketetapan yang Tidak Dapat Diajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak
Dengan telah dibatalkannya Pasal 37 sesuai Putusan MA tersebut, maka keputusan atau ketetapan di bawah ini tidak dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Pajak:
- Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan;
- Surat Keputusan Pembetulan;
- Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan;
- Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
- Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
- Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
- Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan
- Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
- Terkait Penghitungan Jangka Waktu Penyelesaian Keberatan atas Pelaksanaan Putusan Gugatan
Menteri Keuangan telah menyisipkan ayat (4a) dalam Pasal 17 Peraturan Menteri Keuangan nomor 202/PMK.03/2015 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan yang pada intinya dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari Dirjen Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) UU KUP, jangka waktu 12 bulan penyelesaian keberatan tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari Dirjen Pajak yang diajukan gugatan tersebut sampai dengan putusan gugatan pengadilan pajak yang diterima oleh Dirjen Pajak.
Kesimpulan
Wajib Pajak yang merasa risau dengan ketentuan verifikasi tidak perlu khawatir lagi karena ketentuan tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung. Hal ini artinya ketentuan verifikasi kembali ke ketentuan Tata Cara Pemeriksaan. Untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung tersebut Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Surat Edaran nomor SE-74/PJ/2015 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 73P/HUM/2013 tentang Uji Materiil Terhadap Pasal-Pasal Dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Terima kasih postingannya sangat berguna sekali
LikeLike
sama-sama ibu Devi
LikeLike
sangat bermanfaat
LikeLike
Terima kasih Bapak Tasrifin.
LikeLike