PPN PMSE Ganti Kiblat Regulasi

Kilas Balik Aturan Pemajakan atas PMSE

Pada tanggal 31 Maret 2020, pada waktu itu negara kita sedang baru-barunya menghadapi pandemi Covid-19, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Dua bulan kemudian, pada tanggal 16 Mei 2020, Perppu tersebut disahkan sebagai UU menjadi UU No 2 tahun 2020. Apa hubungannya UU tersebut dengan pemajakan atas PMSE?

Menurut Pasal 4 UU tersebut, terdapat 4 (empat) kebijakan di bidang perpajakan dalam rangka mendukung kebijakan APBN sebagai berikut:

a. Penyesuaian tarif PPh WP Badan dalam negeri dan BUT
b. Perlakuan perpajakan dalam kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)
c. Perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
d. Pemberian kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka penanganan kondisi darurat serta pemulihan dan penguatan ekonomi nasional.

Dari empat kebijakan terkait perpajakan di atas, salah satunya menyebut tentang PMSE. Pasal tersebut merupakan pasal yang pertama kali menyebut tentang PMSE di dalam regulasi perpajakan di Indonesia.

Pengaturan terkait PMSE menurut UU tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengenaan PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE); dan
b. pengenaan PPh atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.

Pengenaan PPN atas PMSE dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE (PPMSE) luar negeri, dan/atau PPMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Setelah UU no 2/2020 terbit, keluar Peraturan Menteri Keuangan nomor 48/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, Serta Pelaporan PPN PMSE.

Tak lama sejak berlakunya, UU tersebut kemudian digugat oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) ke Mahkamah Konstitusi yang kemudian diputus dengan putusan nomor 37/PUU-XVIII/2020. Menurut putusan tersebut UU No 2/2020 tidak akan berlaku lagi ketika Presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi Covid-19 telah berakhir di Indonesia dan status tersebut harus dinyatakan paling lambat akhir tahun kedua. Jadi dapat kita simpulkan bahwa seharusnya pada tahun 2023 UU no 2/2020 tersebut sudah tidak berlaku.

Ketika UU no 2/2020 tersebut dinyatakan tidak berlaku, maka secara pasti ketentuan PMSE juga menjadi tidak berlaku, karena Pasal 23A UUD 1945 menyatakan bahwa pemungutan pajak harus berdasarkan UU. Problematik memang.

Di satu sisi pemerintah membutuhkan dasar undang-undang untuk mengenakan PPN atas PMSE. Namun di sisi lain UU no 2/2020 hanya akan berlaku sampai tahun 2022 saja.

Lalu, pemerintah mengambil tindakan lain. Pada perubahan UU perpajakan melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yakni UU no 7/2021, pemerintah menyisipkan beberapa pasal sebagai berikut:

Pasal 32A

Pasal 32A tersebut memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menunjuk pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak, salah satunya adalah penyelenggara sistem elektronik yang didefinisikan sebagai:

Definisi PMSE di UU HPP tidak merujuk kepada UU NO 2/2020 tetapi merujuk mepada UU ITE.

Selanjutnya Pasal 44E UU HPP memberikan mandat untuk mengatur penunjukan pihak lain serta tata cara pemungutannya dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Dengan diundangkannya UU HPP tersebut maka timeline pemajakan PPN atas PMSE dapat digambarkan sbb.:

Dari gambar tersebut dapat kita simpulkan bahwa pada tahun 2021 dan 2022 terdapat dualisme pengaturan PMSE, yakni pada UU No 2/2020 dan UU No 7/2021. Meski sejak berlakunya UU HPP pengaturan PMSE beralih kiblat ke UU HPP.

Hal ini dapat kita lihat dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan nomor 60/2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPN PMSE yang mencabut Peraturan Menteri Keuangan nomor 48/2020. Penerbitan PMK 60/2022 tersebut seolah-olah menyatakan bahwa sejak berlakunya PMK 60/2022 kiblat pengaturan PPN atas PMSE tidak lagi kepada UU no 2/2020 tetapi beralih ke UU HPP.

Semoga bermanfaat.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.