Celotehan Malam (39)

JIKA hidup ini diibaratkan sebuah tangga, maka setiap anak tangga tersebut mewakili satu fase/tahap dalam kehidupan. Lahir, tumbuh, sekolah, dewasa, menikah, menua, dan meninggal mewakili satu anak tangga. Pertanyaan besarnya, sekarang kita berada di anak tangga yang mana?

Saya sendiri masih takjub, bagaimana kejadian beberapa detik dapat mengubah kehidupan saya 180 derajat. Takjub sekaligus merinding menyadari bahwa kejadian beberapa detik tersebut membawa serta tanggung jawab dan amanat yang amat berat, namun sudah sepatutnya saya jalani. Kejadian beberapa detik itu adalah ijab dan qabul pernikahan.

Pepatah lama–yang sering kita ucapkan juga–mengatakan bahwa kalau jodoh tidak kemana. Dan sepertinya saya harus percaya dengan pepatah tersebut. Jatuh bangun saya mencari pendamping hidup: pernah tertawa namun tak jarang menangis. Pernah bahagia, namun sering juga bersedih. Banyak hal yang saya lakukan untuk mendapatkan pendamping, dari mulai pendekatan secara konvensional, pendekatan secara syariah, bahkan pendekatan melalui dunia maya. Memang belum jodoh, saya tidak berhasil mendapatkan seseorang untuk melengkapi rusuk saya yang hilang.

Saya putus asa. Sangking putus asanya, saya pernah menyerahkan urusan jodoh ini kepada ibu saya sendiri. Waktu itu sebenarnya karena ibu saya nanya-nanya terus kapan saya nikahnya :D. Akhirnya saya bilang ke ibu saya, ya udah terserah ibu, saya mau nikah sama siapa saja yang ibu calonkan 🙂 Untungnya ibu saya tidak mencalonkan seorang-pun untuk saya nikahi.

Tapi saya tidak putus asa berdoa, lewat doa-doa tersebut saya selalu sebutkan agar Tuhan memberikan saya jodoh yang terbaik. Dan doa-doa tersebutlah yang didengar oleh Tuhan.

Lalu sekarang saya pun merasakannya. 8 Oktober 2015. Bagaimana peristiwa beberapa detik mengubah hidup saya sangat signifikan. Dari kesendirian tak berujung menjadi kebersamaan yang semoga tidak berujung *halah. Bagaimana ijab dan qabul pernikahan menjadikan saya seorang suami dari seorang istri yang saya cintai dan sayangi.

Istri saya yang ternyata adalah jawaban dari doa-doa saya. Gula jawa yang telah saya kenal bahkan dari sejak saya SMP, seperti di cerita Ainun dan Habibie. Semoga cinta kami bisa seperti cinta Habibie kepada Ainun dan sebaliknya, sekarang atau 100 tahun yang akan datang. Amin.

Advertisement

2 Comments

  1. JREENG….

    Manakala hati menggeliat mengusik renungan
    Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta
    Suara sang malam dan siang seakan berlagu
    Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku

    …… s.d akhir lagu

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.