Prinsip Taxable-Deductible dan Nontaxable-Nondeductible dalam PPh

DALAM dunia Pajak Penghasilan (PPh) kita sering mendengar istilah taxable-deductible dan nontaxable-nondeductible yang terjemahan bebasnya kira-kira berbunyi apabila suatu penghasilan dapat dipajaki bagi pihak yang menerimanya, maka atas pengeluaran penghasilan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya oleh pihak yang mengeluarkannya; atau apabila suatu penghasilan tidak dapat dipajaki bagi pihak yang menerimanya, maka atas pengeluaran penghasilan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh pihak yang mengeluarkannya.

Prinsip ini merupakan pengejawantahan dari kepentingan negara dalam mengumpulkan uang pajak. Secara kasar dapat disampaikan bahwa apabila ada uang pajak yang masuk ke negara dari pengeluaran tersebut, maka dapat dibebankan sebagai biaya dalam pembukuan Wajib Pajak. Namun apabila tidak ada uang pajak yang masuk ke negara dari pengeluaran tersebut, maka tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam pembukuan Wajib Pajak. Sekali lagi, negara memiliki hak monopoli dalam mengatur rakyatnya, termasuk dalam urusan perpajakan.

Tapi, apakah prinsip taxable-deductible dan nontaxable-nondeductible ini berlaku mutlak? Mari coba kita lihat.

Untuk melihat prinsip ini secara utuh kita harus menggabungkan beberapa pasal dalam UU PPh. Prinsip taxable diatur di Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Sedangkan prinsip deductible diatur di Pasal 6 UU PPh. Sementara itu, prinsip nontaxable diatur di Pasal 4 ayat (3) UU PPh, dan prinsip nondeductible diatur di Pasal 9 UU PPh. Sedangkan untuk melihat suatu penghasilan yang taxable tersebut dikenai pajak apa, kita harus melihat setiap pasal yang mengaturnya, misalnya di Pasal 15, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, maupun Pasal 29 UU PPh.

Tabel berikut memperlihatkan contoh taxable-deductible:

Bagi Pene rima Penghasilan Bagi Pemberi Penghasilan
Jenis Penghasilan Taxable Bagi Yang Menerima Jenis Biaya Deductible
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honor, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) Biaya gaji, biaya honor, biaya tunjangan, biaya komisi, dll Ya
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) Biaya hadiah/biaya promosi/biaya lainnya Ya
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta PPh Pasal 25/29 Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan perusahaan Ya
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak PPh Pasal 25/29 Beban Pajak (selain PPh) Ya
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sebagai jaminan pengembalian utang PPh Pasal 23 Biaya bunga Ya
Royalti PPh Pasal 23 Biaya royalti Ya
Sewa PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) Biaya sewa Ya
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala PPh Pasal 21, PPh Pasal 25/29 Biaya gaji, biaya alimentasi, biaya lainnya Ya
Keuntungan karena pembebasan utang PPh Pasal 25/29 Biaya piutang tak tertagih Ya
Dividen yang menjadi objek Pajak PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 23 Mengurangi R/E Ya

*dengan catatan biaya-biaya di atas merupakan biaya yang berhubungan dengan pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Sedangkan contoh untuk prinsip nontaxable-nondeductible diberikan pada tabel berikut:

Bagi Pene rima Penghasilan Bagi Pemberi Penghasilan
Jenis Penghasilan Nontaxable Bagi Yang Menerima Jenis Biaya Nondeductible
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa Ya Dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis Ya
Bantuan atau sumbangan Ya Bantuan atau sumbangan Ya
Warisan Ya Warisan Ya
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit KIK Ya Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham Ya

Pertanyaan selanjutnya, apakah prinsip taxable-deductible dan nontaxable-nondeductible ini berlaku mutlak? Sayangnya tidak. Karena ternyata ada yang taxable-nondeductible atau bahkan nontaxable-deductible atau dalam bahasa lainnya dapat dipajaki saat diberikan kepada pihak yang menerima, namun tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh pihak yang mengeluarkan, dan sebaliknya, tidak dapat dipajaki saat diberikan kepada pihak yang menerima, namun tetap dapat dibebankan sebagai biaya oleh pihak yang mengeluarkan. Berikut beberapa contohnya:

Taxable-Nondeductible Nontaxable-Deductible
Pemberian natura kepada karyawan oleh perusahaan yang dikenai PPh Final atau WP yang menggunakan norma perhitungan khusus Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, biaya pembangunan infrastruktur sosial, dan sumbangan fasilitas pendidikan
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham Pemberian natura berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai
Pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian satpam, serta akomodasi awak kapal
Pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil

Akibat ketidak-konsistenan prinsip ini dalam pelaksanaan, di satu sisi Wajib Pajak akan merasa dirugikan apabila pengeluarannya yang tidak dapat dibebankan tetapi dikenai pajak bagi yang menerima (taxable-nondeductible). Sementara di sisi lain, negara akan merasa dirugikan apabila pengeluaran yang dapat dibebankan tetapi tidak ada uang pajak yang masuk (nontaxable-deductible).
Oleh karena itu prinsip ini sebaiknya tidak selalu dikait-kaitkan dalam pembahasan mengenai keadilan dalam pajak.
Semoga bermanfaat.

5 Comments

  1. dari tabel diatas, PPh Pasal 4 ayat (2) apa bisa dibiayakan?

    Pasal 13 PP 45/2019 mengatur bahwa penghasilan yang dikenakan pemotongan, pemungutan, atau pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) tidak boleh lagi dikurangkan dari penghasilan bruto lainnya yang pengenaan pajaknya dilakukan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

    Mohon koreksinya kalau saya keliru…terimakasih

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.