PAGI tadi saya menservis Esas. Siapa Esas? Hehe, Esas adalah nama motor saya. Saya beri nama Esas karena nomor plat-nya 3545, dibaca Esas. Nama tersebut terinspirasi dari teman saya, Rio, yang memberi nama motor matic-nya Sebi karena plat-nya 5381.
Esas saya servis di bengkel resmi Yamaha di dekat tempat saya tinggal. Karena motor saya masih bisa dikatakan baru (Esas baru berumur 7 bulan, :p) saya masih bisa menggunakan kartu servis gratis yang disediakan oleh pabrikan motornya. Meski saya sedikit kesal karena pelayanan yang diberikan kepada Esas tidak dilakukan sepenuh hati (sepertinya pengguna kartu servis gratis memang dinomorduakan di bengkel tersebut), tapi setidaknya saya senang karena tidak mengeluarkan uang sepeser-pun selain uang tip kepada mekaniknya, hehe, Alhamdulillah bisa berhemat di jaman susah seperti sekarang.
Reimbursement atau uang penggantian merupakan sejumlah uang yang dimintakan kepada pihak ketiga oleh pihak kedua atas jasa yang diberikan pihak kedua kepada pihak pertama. Dalam kasus servis motor yang saya lakukan, saya tidak membayarkan sepeser uang pun atas jasa yang saya terima dari pihak bengkel selaku pihak kedua, karena pihak bengkel akan menagihkan jasa yang diberikannya kepada saya kepada pihak ketiga, dalam hal ini Yamaha.
Lalu apa benar jasa servis yang saya terima benar-benar gratis? Sebenarnya tidak juga, karena ketika saya membeli motor, di dalam komponen biaya yang saya bayarkan terdapat unsur biaya garansi, yang didalamnya terdapat juga biaya perawatan motor saya yang akan diberikan secara gratis oleh Yamaha. Jadi sebenarnya saya bayar juga atas jasa tersebut, hanya saya saya bayarkan di muka, pada saat saya membeli motor tersebut.
Biasanya, dalam praktik reimbursement, ada dua jenis tagihan yang dibuat oleh pihak ketiga:
- Tagihan dibuat oleh pihak ketiga atas nama pihak pertama
- Tagihan dibuat oleh pihak ketiga atas nama pihak kedua
Jadi, bagaimanakah perlakuan perpajakan atas transaksi reimbursement? Kita akan membahasnya berdasarkan dua jenis pajaknya, yaitu PPN dan PPh.
Perlakuan PPN untuk Transaksi Reimbursement
Untuk mengetahui apakah reimbursement dikenakan PPN atau tidak, maka kita harus kembali ke pengertian Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 17 UU PPN 1984:
(17) Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Kaitannya dengan transaksi jasa, pengertian Penggantian diatur di Pasal 1 angka 19 UU PPN 1984, yaitu:
(19) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau pleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Apabila tagihan dibuat oleh pihak ketiga atas nama pihak pertama (penerima jasa), pihak kedua (pemberi jasa) hanya membantu meneruskan tagihan tersebut dari pihak ketiga kepada pihak pertama. Sehingga tagihan tersebut tidak termasuk dalam pengertian penggantian sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 19 UU PPN 1984, dimana disana disebutkan semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena Penyerahan Jasa Kena Pajak …. Oleh karena itu pihak kedua tidak perlu memungut PPN kepada pihak pertama.
Dalam kasus saya, apabila tagihan dibuat oleh pihak ketiga atas nama saya, maka untuk seris Esas, jumlah yang saya bayarkan adalah :
Biaya servis : Rp 38.000
Ganti Oli : Rp 35.000
Jumlah : Rp 73.000
*tidak ada PPN
*pada kenyataaannya jumlah tersebut sudah saya bayarkan pada saat pembelian motor sebagai unsur dari biaya garansi
Namun apabila tagihan dibuat oleh pihak ketiga atas nama pihak kedua (pemberi jasa), maka pihak kedua harus menerbitkan invoice baru pada saat jasa diberikan atas nama pihak pertama. Karena invoice baru tersebut dibuat atas nama pihak kedua selaku pemberi jasa, maka jumlah yang dibayarkan termasuk ke dalam pengertian penggantian sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 19 UU PPN 1984. Sehingga pihak kedua harus memungut PPN kepada pihak pertama.
Sehingga untuk servis Esas saya harus membayar :
Biaya servis : Rp 35.000
Ganti Oli : Rp 38.000
Jumlah (DPP) : Rp 73.000
PPN : Rp 7.300
Jumlah YHD : Rp 80.300
Kesimpulannya, dalam kasus transaksi reimbursement, harus dilihat terlebih dahulu tagihan/invoice yang dibuat oleh pihak ketiga atas nama siapa.
Catatan: Dalam kasus di atas, diasumsikan baik pihak kedua maupun pihak ketiga merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Perlakuan PPh untuk Transaksi Reimbursement
Kaitannya dengan Pajak Penghasilan (PPh), apabila tagihan dibuat oleh pihak ketiga atas nama pihak pertama, maka pihak kedua tidak akan mengakuinya sebagai penghasilan, sehingga bukan merupakan objek pajak. Begitu juga ketika uang tersebut diserahkan kepada pihak ketiga, tidak boleh diakui sebagai beban.
Sedangkan apabila tagihan dibuat oleh pihak ketiga atas nama pihak kedua, harus dilihat terlebih dahulu core bisnis dan transaksi yang dilakukan, apakah pihak kedua memberikan jasa kepada pihak ketiga atau tidak (misalnya jasa perantara).
Lalu, apakah apabila pihak pertama merupakan pemotong pajak, harus memotong PPh Pasal 23 atas jasa yang diberikan pihak kedua?
Apabila jasa yang diberikah oleh pihak kedua merupakan jasa yang diatur dalam Pasal 23 ayat 1 huruf c UU PPh (UU No 36/2008) atau merupakan jenis jasa lain yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 244 tahun 2008, dan tagihan dibuat oleh pihak kedua atas nama pihak pertama, maka pihak pertama tetap memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% atas transaksi tersebut.
Semoga bermanfaat.
1 Comment