Kenaikan PTKP Tahun 2015 dan Pengaruhnya Terhadap Penerimaan Pajak

BEBERAPA hari yang lalu media kita diramaikan dengan berita mengenai DPR yang telah menyetujui kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang diajukan Pemerintah melalui Menteri Keuangan. Judul berita-pun kemudian menjadi sangat beragam, dari ‘Karyawan Tidak Perlu Takut Dipotong Pajak’ sampai ‘Berkah Ramadhan: Karyawan Dengan Gaji di bawah Rp3 juta Tidak Kena Potong Pajak’, hehehe, apa sebenarnya pengaruh kenaikan PTKP bagi pemotongan pajak yang selama ini diberlakukan untuk karyawan?

PPh yang dipotong dari penghasilan karyawan (PPh Pasal 21), baik karyawan tetap maupun karyawan tidak tetap, ataupun bukan pegawai (seperti dokter, konsultan dan profesional lainnya) selama ini memang menjadi salah satu idola dalam penerimaan pajak. Menjadi idola maksudnya adalah sumbangsihnya cukup besar bagi penerimaan pajak di Indonesia. Secara konstruksi hukum, ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 memang sudah cukup kuat dan tingkat kepatuhan pemotongannya sudah relatif bagus, sehingga pembayaran pajak dari sektor ini memberi kontribusi yang cukup besar.

PTKP merupakan pengurang penghasilan neto karyawan untuk menentukan berapa sebenarnya penghasilan kena pajak (PKP) karyawan tersebut. Semakin besar PTKP, semakin kecil PKP-nya. Sebaliknya, semakin kecil PTKP, semakin kecil PKP-nya. Tahun 2012 melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 162/PMK.011/2012 Pemerintah telah menaikkan PTKP yang mulai berlaku 1 Januari 2013. Berikut ini sejarah perubahan PTKP di Indonesia:

(ribuan rupiah)

Dsr Hkm UU No 7/1983 UU No 10/1994 UU No 17/2000 KMK No 564/2004 PMK No 137/2005 UU No 36/2008 PMK No 162/2012 Blm Ada Dsr Hkm
Sjk 1/1/84 1/1/95 1/1/01 1/1/05 1/1/06 1/1/09 1/1/13 1/1/16
A 960 1.728 2.880 12.000 13.200 15.840 24.300 36.000
B 480 864 1.440 1.200 1.200 1.320 2.025 3.000
C 960 1.728 2.880 12.000 13.200 15.840 24.300 36.000
D 480 864 1.440 1.200 1.200 1.320 2.025 3.000

A = Untuk diri WP OP
B = Tambahan untuk WP Kawin
C = Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
D = 36.000.000Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Dengan kenaikan PTKP menjadi Rp3 juta sebulan atau Rp36 juta setahun, maka karyawan bujangan yang penghasilan netonya di bawah Rp36 juta setahun atau di bawah Rp3 juta sebulan tidak akan dipotong PPh Pasal 21. Secara lengkap PTKP dapat disajikan dalam tabel berikut:

PTKP 1 tahun, dalam ribuan rupiah

Dsr Hkm UU 7/1983 UU 10/1994 UU 17/2000 KMK 564/2004 PMK 137/2005 UU 36/2008 PMK 162/2012 Blm Ada Dsr Hkm
TK/0 960 1.728 2.880 12.000 13.200 15.840 24.300 36.000
TK/1 1.440 2.592 4.320 13.200 14.400 17.160 26.325 39.000
TK/2 1.920 3.456 5.760 14.400 15.600 18.480 28.350 42.000
TK/3 2.400 4.320 7.200 15.600 16.800 19.800 30.375 45.000
K/0 1.440 2.592 4.320 13.200 14.400 17.160 26.325 39.000
K/1 1.920 3.456 5.760 14.400 15.600 18.480 28.350 42.000
K/2 2.400 4.320 7.200 15.600 16.800 19.800 30.375 45.000
K/3 2.880 5.184 8.640 16.800 18.000 21.120 32.400 48.000
K/I/0 2.400 4.320 11.520 25.200 27.600 33.000 50.625 75.000
K/I/1 2.880 5.184 12.960 26.400 28.800 34.320 52.650 78.000
K/I/2 3.360 6.048 14.400 27.600 30.000 35.640 54.675 81.000
K/I/3 3.840 6.912 15.840 28.800 31.200 36.960 56.700 84.000

Pengaruh Terhadap Penerimaan Pajak

Kenaikan PTKP sedikit banyak berpengaruh terhadap penerimaan pajak, entah itu negatif maupun positif. Kenaikan PTKP akan berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPh Pasal 21, karena jumlah Wajib Pajak yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 21 berkurang. Di sisi lain, kenaikan PTKP akan memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan PPN maupun pajak lainnya (misalnya PPh Pasal 4 ayat (2)) karena adanya peningkatan daya beli, daya investasi dan daya simpan (tabung) masyarakat.

Potential Loss PPh Pasal 21

Potential Loss PPh Pasal 21 dapat dihitung dari selisih kenaikan PTKP yang ada, dihitung dengan kondisi yang sama atas penerimaan pajak tahun lalu. Dengan data yang ada DJP dapat menghitung potential loss PPh Pasal 21 dengan cara berikut ini. Angka-angka yang tertera dalam perhitungan hanya sebagai simulasi, bukan angka yang sebenarnya.

dalam ribuan rupiah

Status WP PTKP Baru PTKP

Lama

Selisih Jml WP Lapis I Jml WP

Lapis II

Jml WP

Lapis III

Jml WP

Lapis IV

Pot. Loss PPh Pasal 21*)
(1) (2) (3) (4 =2-3) (5) (6) (7) (8) (9 =*))
TK/0 36.000 24.300 11.700 100 140 80 120 959.400
TK/1 39.000 26.325 12.675 20 80 70 100 766.837,5
TK/2 42.000 28.350 13.650 30 60 60 100 757.575
TK/3 45.000 30.375 14.625 20 40 50 80 636.187,5
K/0 39.000 26.325 12.675 60 10 40 60 411.937,5
K/1 42.000 28.350 13.650 90 240 20 40 784.875
K/2 45.000 30.375 14.625 120 80 10 100 738.562,5
K/3 48.000 32.400 15.600 200 160 8 50 795.600
K/I/0 75.000 50.625 24.375 60 60 4 40 609.375
K/I/1 78.000 52.650 25.350 40 80 6 20 545.025
K/I/2 81.000 54.675 26.325 20 90 2 10 473.850
K/I/3 84.000 56.700 27.300 10 50 1 8 290.745
Jml 212.550 770 1.090 351 728 7.769.970

Jml WP Lapis I = WP yang menggunakan tarif 5%

Jml WP Lapis II = WP yang menggunakan tarif 15%

Jml WP Lapis III = WP yang menggunakan tarif 25%

Jml WP Lapis IV = WP yang menggunakan tarif 30%

*) = (4x5x5%)+(4x6x15%)+(4x7x25%)+(4x8x30%))

Dengan simulasi di atas, potential loss PPh Pasal 21 yang akan terjadi sebesar Rp7,7 miliar rupiah. Tentu saja angka tersebut tidak merepresentasikan angka yang sebenarnya, saya hanya ingin menunjukan salah satu alternatif cara penghitungannya saja. Angka tersebut diperoleh dengan mengalikah selisih kenaikan PTKP dengan jumlah pegawai per PTKP per tarif pajak, kemudian dijumlahkan untuk memperoleh potential loss yang terjadi. Perhitungan di atas belum memperhitungkan jumlah karyawan tidak ber NPWP yang dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 20% lebih tinggi. Sementara itu PPh Pasal 21 yang sifatnya final tidak memperhitungkan PTKP.

Kenaikan Pajak-Pajak yang Lain

Kenaikan PTKP di sisi yang lain akan mengakibatkan kenaikan daya beli, daya investasi dan daya tabung masyarakat. Selisih kenaikan PTKP yang dikalikan dengan tarif pajak mencerminkan kenaikan daya-daya tersebut. Misalnya karyawan A, dengan PTKP TK/0 memiliki kenaikan daya beli, daya investasi, maupun daya tabung sebesar Rp11.700.000 x tarif pajak setahun atau sejumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong. Apabila A memutuskan untuk menggunakan uang tersebut dalam rangka konsumsi, maka akan ada potensi PPN yang akan diterima negara. Apabila A memutuskan untuk  menginvestasikan uang tersebut (misalnya dalam rangka membangun rumah), akan ada potensi PPN atau PPN Kegiatan Membangun Sendiri. Sementara apabila A memilih untuk menabung, juga akan terdapat potensi PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga tabungan/deposito. Meskipun akan ada banyak catatan atas potensi-potensi tersebut. Potensi-potensi pajak tersebut tidak dapat kita hitung mengingat pertumbuhan ekonomi memiliki multiplier effect salah satunya terhadap penerimaan pajak.

Semoga bermanfaat.

Advertisement

2 Comments

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.