DALAM dunia investasi, para pemegang dana dapat menyalurkan dananya sebagai setoran modal/saham atau bahkan pemberian pinjaman/utang. Baik modal atau utang masing-masing memiliki karakter yang berbeda. Setoran saham/modal akan dikembalikan kepada pemiliknya apabila entitas membukukan laba dan membagikan dividen, sedangkan utang akan dikembalikan kepada pemiliknya berupa pokok utang ditambah bunga. Dari sisi perpajakan, pembayaran bunga kepada kreditur dari debitur merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak, sehingga merupakan penghasilan bagi penerimanya/kreditur. Sebaliknya, pembayaran dividen kepada pemegang saham bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak, dan bagi penerimanya/kreditur dapat merupakan penghasilan atau bukan penghasilan.
Mengingat karakter yang berbeda tersebut, maka sebagai pemegang dana/calon investor, maupun sebagai pemegang saham perlu mengetahui perbedaan karakter diantara keduanya. Hal ini akan berguna, terutama dalam menentukan keputusan penyaluran dana. Di sisi lain, perlu diketahui bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan suatu utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh.
Di sisi lain, OECD Transfer Pricing Guideliness 2010 (paragraph 1.65) memberikan panduan bahwa apabila aliran dana berupa pinjaman pada kenyataannya tidak dapat dibuktikan secara substansial, otoritas pajak dapat mengklasifikasikan pinjaman tersebut sebagai peyertaan modal.
Lalu apa perbedaan karakter antara utang dan modal tersebut? Merjaana Helminen, dalam The international tax Law Concept of Dividen (2010:165- 168) menjelaskan perbedaan antara kriteria utang dengan kriteria penyertaan modal sebagai berikut:
Utang |
Modal |
Dana akan dikembalikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan | Dana hanya akan dikembalikan pada saat likuidasi |
Imbalan dari utang harus tetap dibayar meskipun penerima utang dalam keadaan merugi | Imbalan dari penyertaan modal tergantung dari performa usaha penerima modal |
Dalam keadaan likuidasi, pemberi utang/kreditur memiliki prioritas atas aset | Hak pemberi modal/pemegang saham atas aset merupakan hak tagih terakhir setelah kreditur |
Pemberi utang/kreditur tidak memiliki kontrol atas perusahaan | Pemberi modal/pemegang saham memiliki kontrol atas perusahaan |
Contoh kasus
PT ABC di Indonesia memiliki kontrak pinjaman dengan ABC Ltd. di Singapura yang merupakan pemegang sahamnya dengan kepemilikan 65%. Di dalam kontrak tersebut disebutkan bahwa pinjaman yang diberikan ABC Ltd. sebesar USD 20 juta dengan tingkat suku Bungan LIBOR + 1%. Pinjaman tersebut akan digunakan PT ABC dalam memenuhi kebutuhan modal kerja perusahaan.
Dana tersebut dikirim ke rekening PT ABC pada bank nasional Indonesia pada tanggal 5 Januari 2012, rekening Koran dan bukti pendukung lainnya dapat ditunjukkan oleh PT ABC. Salah satu pasal dalam kontrak utang piutang mengatur bahwa pokok pinjaman akan dikembalikan dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.
Meskipun eksistensi pinjaman dapat dibuktikan melalui kontrak dan rekening Koran, namun dikarenakan pokok utang akan dikembalikan tanpa adanya batas waktu, meskipun secara legal formal berupa utang, namun substansi ekonomi membuktikan bahwa pada dasarnya pinjaman ABC Ltd tersebut merupakan setoran modal, bukan pemberian pinjaman/utang. Sehingga biaya bunga yang dibayarkan PT ABC kepada ABC Ltd dapat dikoreksi.
Gambar dari sini.
mas kalau Sukuk itu kan konsepnya kayak modal tapi sekarang banyak Sukuk Negara dengan pendapatan tetap, itu sebenarnya gimana ya mas?
LikeLike