WHAT IS A JUST PRICE? (MARKET AND MORALITY)

HEI sudah lama saya tidak menulis random di sini. Bukan random dalam arti curhat yaa, tetapi sesuatu yang menarik untuk dibahas namun ringan. Hehe. Kali ini saya akan mengulas sedikit mengenai harga.

Bicara tentang harga adakalanya kita harus berbicara mengenai teori ekonomi, dimana kita akan membicarakan mengenai apa itu kelangkaan, bagaimana manusia mencukupi kebutuhan hidupnya, bagaimana proses terbentuknya harga, dan seterusnya. Tapi bukan itu yang akan kita bahas karena rasa-rasanya terlalu berat, hehe, yaaa nyerempet-nyerempet dikit ke arah situ tidak apa-apa lah 😛

Saya sedang membaca dua buku bagus, tentang ekonomi. Yang pertama adalah buku Detektif Ekonomi yang diterbitkan oleh Tim Harford, dan yang kedua adalah buku The Ecomonics, semacam ensiklopedia di bidang ekonomi. Keduanya sama-sama berat menurut saya, tapi keduanya juga sama-sama menarik saya untuk membacanya, meski sehari hanya kuat satu halaman saja. Begitu lebih dari satu halaman bacanya, saya langsung tepar, hehehe.

Jadi begini Saudara-saudara, menurut buku The Economics, salah satu paragrafnya mengatakan bahwa untuk mengetahui ilmu ekonomi, kita harus berangkat dari pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai ekonomi, misalnya mengenai pengangguran yang meningkat, inflasi, menurunnya harga saham, menurunnya nilai perdagangan, membayar pajak lebih banyak dari yang seharusnya, dst. Ilmu ekonomi sebagaimana didefinisikan oleh Lionel Robbins (1932) adalah the science which studies human behavior as a relationship between ends and scarce means which have alternative  uses. Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, Oikonomia yang berarti household management, yang artinya ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari cara-cara kita me-manage sumber-sumber daya dan lebih spesifik tentang produksi dan pertukaran barang dan jasa. Tentu saja, perihal produksi dan pertukaran barang dan jasa sama tuanya dengan peradaban manusia sendiri, namun ilmu tentang ekonomi baru dikenal mulai abad 18.

Konsep tentang harga mulai muncul sejak manusia membicarakan mengenai bagaimana barang-barang dan/atau jasa-jasa dipertukarkan satu sama lain. Berawal dari barter, yang kemudian berganti menggunakan uang, manusia membutuhkan suatu nilai yang harus dilekatkan pada barang atau jasa mereka, sehingga mereka dapat mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain secara adil dan sesuai. Dari situlah muncul konsep mengenai harga.

Yang sering kita alami sekarang adalah, kita merasa sering ‘diperkosa’ oleh harga barang/jasa di tempat tertentu, sementara di tempat lain harga barang/jasa tersebut tidak semahal itu. Tentu saja kita pernah membeli air mineral atau popcorn di bioskop? Seperti itulah rasanya diperkosa oleh harga 😀 Pertanyaannya, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Mengapa harga air mineral di bioskop menjadi sangat mahal sementara di tempat lain harganya bisa saja hanya setengah atau sepertiganya saja? Saya pernah membeli air mineral di bioskop seharga 21ribu, sementara di tempat lain hanya dijual seharga 2,500 saja. Feels like I’ve been rapped.

Buku The Economics mengatakan bahwa harga segala sesuatu pada dasarnya adalah harga pasar, yaitu harga yang yang orang-orang siap untuk membayarnya. Harga hanyalah akibat dari fungsi permintaan dan penawaran. Saat penawaran tinggi, maka harga menjadi rendah, sebaliknya saat permintaan tinggi, harga menjadi tinggi. Oleh karena itu pada dasarnya there is no such thing as a rip-off price, tidak ada yang namanya harga perkosaan. Penjual yang melekatkan harga yang sangat tinggi pada produk/barang mereka pada dasarnya hanya menekan harga hingga limit tertingginya. Jika mereka menaikkan lagi harga barang tersebut lebih tinggi daripada limit tertingginya, orang-orang akan berhenti membeli, sehingga penjual akan kembali menurunkan harganya. Pasar dinilai menjadi satu-satunya tempat yang mampu membentuk harga, karena bahkan emas sekalipun memiliki nilai intrinsik, begitu pendapat para ekonom. Tentu saja yang dimaksud pasar di sini adalah pasar menurut ilmu ekonomi, bukan pasar senen atau pasar jumat 😛

Menurut Thomas Aquinas dalam teorinya Summa Theologica, teori harga pada dasarnya mengandung isu moralitas yang harus dijunjung oleh pembentuknya. Menurut Thomas, ketamakan merupakan suatu dosa yang sangat besar, namun pada saat yang sama ia melihat apabila seorang pedagang kehilangan keuntungannya, ia akan berhenti berdagang dan masyakat akan kesulitan memperoleh barang-barang kebutuhan. Para pedagang seharusnya menjual barangnya sebesar “just price”, dimana didalamnya mencakup keuntungannya, namun tidak secara berlebihan. Just price di sini adalah harga yang mampu dibayar oleh pembeli, dan informasi harga tersebut diberikan kepada pembeli secara jujur. Menurut Thomas, no man should sell a thing to another man for more than its worth. 

Jadi, what is a just price? 

justprice

Buku Detektif Ekonomi membahas lebih jauh mengenai kuasa kelangkaan (scarcity) dan pemerkosaan harga. Namun baru akan kita bahas lain kali. Semoga bermanfaat ya 🙂

——————-

Radio Dalam, 29 Nopember 2015.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.