GEMBAR-gembor tahun pembinaan wajib pajak di tahun 2015 ini sudah kita dengar dan kita baca secara viral di mana-mana. Di poster-poster, di koran dan majalah, di media televisi, maupun di media cetak. Gambar tulisan 2015 dengan angka 1 yang panjang pun sudah cukup familiar di ingatan kita. Dengan mengingat gambar berlatar belakang kuning tersebut kita mafhum dan langsung mengerti bahwa tahun 2015 ini dicanangkan oleh DJP sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak atau dikenal sebagai TPWP.
Wujud nyata TPWP pun sudah mulai bisa kita nikmati (baca: manfaatkan). Sebut saja Peraturan Menteri Keuangan nomor 29/PMK.03/2015 tentang Fasilitas Penghapusan Sanksi Bunga Penagihan Pasal 19 UU KUP, kemudian disusul dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/PMK.03/2015 tentang Fasilitas Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian SPT, Pembetulan SPT, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak, dan terakhir disusul dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.03/2015 tentang Revaluasi Aktiva Tetap Untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang Diajukan Tahun 2015 dan 2016.
Rentetan Peraturan Menteri Keuangan mengenai fasilitas di bidang perpajakan tersebut belum termasuk aturan turunannya yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak, misalnya Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Tahun 2015 untuk Mendukung Tahun Pembinaan Wajib Pajak, atau bahkan Instruksi Direktur Jenderal Pajak nomor INS-04/PJ/2015 tentang Penyelesaian Pemeriksaan Khusus Melalui Penghentian Pemeriksaan dengan Membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir Sebelum Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Dalam Rangka Mendukung Tahun Pembinaan Wajib Pajak.
Poinnya adalah bahwa di tahun 2015 ini Wajib Pajak didorong untuk menyampaikan dan membetulkan SPT-nya dan melaporkan penghasilan dan pajak-pajak yang seharusnya dibayar sesuai dengan ketentuan perpajakan, sesuai dengan prinsip self assessment system tanpa melalui pemeriksaan pajak. DJP menginginkan Wajib Pajak secara sukarela membayar kekurangan pajaknya tanpa harus diperiksa. Oleh karena itulah disebut sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak.
Tapi apa yang kemudian terjadi? Belum lagi bisa dievaluasi keberhasilan TPWP tersebut, santer berita mengenai RUU Pengampunan Nasional, yang pada hakikatnya merupakan RUU Pengampunan Pajak. RUU tersebut mengatur mengenai pengampunan pajak secara besar-besaran kepada seluruh Wajib Pajak kecuali koruptor. RUU tersebut rencananya disahkan tahun 2015 dan mulai berlaku 2016.
Secara tidak langsung RUU tersebut menggembosi TPWP yang saat ini sedang berjalan. Bagaimana tidak, daripada Wajib Pajak melakukan revaluasi tahun ini, lebih baik nanti saja menunggu berlakunya tax amnesty, lebih jelas. Bagaimana tidak, Wajib Pajak yang akan membetulkan SPT-nya dan memanfaatkan PMK-91/PMK.03/2015, berpikiran bahwa lebih baik tahun depan saja membetulkan SPT-nya karena akan ada tax amnesty.
Apakah ini dikarenakan salah perencanaan? Atau kurang koordinasi antara DJP dan pemerintah? Kalau menurut Dragon Ball, jawabanya ada di ujung langit 😛
DJP sudah mencanangkan Tahun 2015 sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak kemudian akan dilanjutkan dengan Tahun Penegakan Hukum di tahun 2016. Maksudnya adalah, setelah Wajib Pajak diberi keleluasaan untuk menyampaikan dan membetulkan SPT-nya pada tahun 2015, pada tahun 2016 mendatang bagi Wajib Pajak yang tidak melaporkan SPT-nya, atau tidak membetulkan SPT-nya, atau melaporkan SPT-nya tidak berdasarkan ketentuan baik formal maupun material, akan dilakukan penegakan hukum oleh DJP selaku otoritas pengawas Wajib Pajak. Sebenarnya konsep tersebut sudah nyambung dan masuk akal.
Namun lagi-lagi santernya berita tax amnesty mau tidak mau sedikit mengganggu niatan Wajib Pajak yang akan memanfaatkan TPWP. Kesimpulannya, tidak ada sinergi di pemerintahan kita, terutama antara eksekutif dan legislatif. Selaku orang awam saya menyarankan agar sebaiknya RUU Pengampunan (Pajak) Nasional memang ditunda atau tidak dilaksanakan. Toh apabila kita baca beberapa media, menurut Dirjen Pajak, RUU Pengampunan Nasional ruh-nya telah melenceng dari tujuan yang semula ditetapkan oleh DJP.
Entah karena salah perencanaan atau karena tidak adanya sinergi pada pemerintahan kita, saat ini yang terancam adalah penerimaan pajak yang tidak tercapai pada tahun 2015 ini. Sebagai catatan, DJP telah melakukan banyak hal, dari menambah jam kerja karyawan, melakukan sosialisasi dan edukasi kepada Wajib Pajak, menghimbau dan mengawasi Wajib Pajak, namun apabila ternyata tetap tidak tercapai penerimaan tahun 2015 ini, menurut saya pribadi sedikit banyak salah satunya dipengaruhi oleh santernya berita tax amnesty tersebut.
Pada akhirnya kita hanya bisa berdoa yang terbaik untuk DJP dan negara kita tercinta.
Semoga.
1 Comment