DULU jaman SMP dan SMU, saya senang sekali jika waktu sudah menunjukkan jam 15.00. Ada beberapa alasan saya suka jam 15.00, pertama karena kata ibu saya, saya lahir jam 15.00, kedua, saya anak ke-3 (jam 15.00 dibaca jam 3 sore), terakhir, saya senang jika jam 15.00 datang karena artinya saya bisa istirahat setelah harus mengisi bak mandi (keluarga kami belum memiliki pompa air sampai saya SMP kelas 3, jadi saya kebagian menimba air di jam itu).
Sekarang saya hampir lupa dengan kebahagiaan datangnya jam 15.00. Saya bahkan sering tidak sadar akan datangnya jam 15.00. Saya seperti menjadi pacar yang sering melupakan kekasihnya. Saya tidak bisa istirahat siang di jam 15.00 sambil membaca buku dan mendengarkan musik. Jam 15.00 hanya menjadi jam 3 sore yang biasa saja, tanpa kesan dan kebahagiaan apapun.
Jam 15.00 saya sekarang berjibaku dengan pekerjaan atau rapat yang (kadang) membosankan, berkutat dengan angka dan laporan keuangan yang (seringnya) tidak dapat diakses. Tapi apa yang harus saya sesali? Hidup tetap harus berjalan tanpa persetujuan kita. Yang harus kita lakukan hanyalah menjalaninya dengan kesabaran dan ketulusan.
Dulu jam 15.00 saya diisi dengan memenuhi bak mandi untuk keperluan mandi orang-orang sekeluarga, sekarang jam 15.00 saya isi dengan memenuhi kas negara untuk keperluan makan orang banyak, saya kira itu menjadi suatu benang merah yang bisa menjadi alasan saya untuk tetap bersyukur apapun kondisi saya di jam 15.00 sekarang ini.
Bisa jadi suatu saat nanti, saya akan mengisi jam 15.00 saya dengan duduk-duduk di halaman belakang rumah bersama orang-orang terkasih saya; membaca buku dan mendengarkan musik. Dan itu saya lakukan tidak di sini, tetapi di negeri impian sana. Semoga.