SALAH satu hak Wajib Pajak (WP)/Pembayar Pajak yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh otoritas pajak adalah mendapat pengembalian apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak. Model taxpayer’s right charter yang dikeluarkan OECD menyebutkan bahwa salah satu hak WP adalah the right to pay no more than the correct amount of tax, hak WP untuk membayar pajak tidak melebihi jumlah yang seharusnya. Oleh karena itu sudah seyogianya otoritas pajak memenuhi hak WP jika mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Istilah restitusi sendiri sebenarnya tidak dikenal dalam UU Pajak di Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, restitusi berarti ganti rugi atau pembayaran kembali. Sehingga istilah yang lebih cocok dan sesuai dengan terminologi di UU Pajak di Indonesia adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Penyebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran Pajak
Beberapa penyebab terjadinya kelebihan pembayaran pajak dapat disajikan dalam tabel berikut:
Dasar Hukum | Uraian |
Pasal 17 ayat (1) UU KUP dan Pasal 28A UU PPh | Jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang |
Pasal 17 ayat (2) UU KUP | Terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang |
Pasal 17E UU KUP dan Pasal 16E UU PPN | Orang Pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan pembelian barang di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di dalam daerah pabean |
Pasal 9 ayat (4a) UU PPN | Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran. Selisihnya merupakan kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikompensasi/diajukan permohonan pengembalian pembayaran pajak |
Pasal 10 ayat (3) UU PPN | Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, dapat meminta kembali PPn BM yan telah dibayar pada saat perolehan BKP yang tergolong mewah tersebut |
Pasal 6 ayat (1) PP No 47 tahun 2013 | Apabila PPN dan PPn BM yang seharusnya dibebaskan telah dipungut dari Perwakilan Negara Asing dan/atau Badan Internasional, PPN dan PPn BM tersebut dapat diminta kembali |
Apabila kita perhatikan dari tabel di atas, penyebab utama terjadinya kelebihan pembayaran pajak adalah dikarenakan sistem kredit pajak yang dipakai di Indonesia dan pemungutan/pengenaan pajak yang seharusnya tidak dilakukan. Sistem kredit pajak berlaku baik untuk PPh maupun PPN, dimana WP diberi kewenangan untuk mengurangkan jumlah pajak yang terutang dalam satu tahun pajak dengan pajak-pajak yang telah dipotong/dipungut pihak lain, maupun angsuran pajak yang telah dibayar sendiri. Dasar hukum dari sistem kredit pajak di Indonesia adalah:
Jenis Pajak | Dasar Hukum | Uraian |
PPh | Pasal 28 ayat (1) UU PPh | (1) Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi jumlah kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa:
a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 b. pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 d. pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 e. pembayaran yang dilakukan oleh WP sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 f. pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) |
PPN | Pasal 9 ayat (2) UU PPN | Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama |
Peraturan Pelaksanaan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Peraturan pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang saat ini berlaku adalah:
Nomor Peraturan | Mengenai |
Peraturan Menteri Keuangan nomor 16/PMK.03/2011 | Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak |
Peraturan Menteri Keuangan nomor 74/PMK/03/2012 | Tata Cara Penetapan Dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak |
Peraturan Menteri Keuangan nomor 198/PMK.03/2013 | Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi WP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu |
Peraturan Menteri Keuangan nomor 10/PMK.03/2013 | Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang |
Peraturan Menteri Keuangan nomor 100/PMK.03/2013 | Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 76/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permintaan Kembali PPN Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor LN |
Peraturan Menteri Keuangan nomor 161/PMK.03/20134 | Tata Cara Pengembalian PPN atau PPN dan PPn BM Yang Telah Dipungut Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional Serta Pejabatnya |
Prosedur Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Apabila kita cermati peraturan-peraturan di atas, maka prosedur pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat terbagi menjadi 3:
a. Pemeriksaan
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 17B UU KUP menggunakan prosedur pemeriksaan yang tata caranya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013
b. Penelitian
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C dan 17D UU KUP dan Pasal 9 ayat (4c) menggunakan prosedur penelitian
c. Verifikasi
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17 ayat (2) UU KUP menggunakan prosedur verifikasi yang tata caranya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 146/PMK.03/2012
d. Verifikasi Dokumen dan Barang di Bandara
Pengembalian PPN yang telah dipungut kepada subjek pajak luar negeri atas pembelian BKP yang tidak dikonsumsi di dalam negeri menggunakan prosedur ini.
Semoga bermanfaat!
———————————-
Referensi:
1. UU KUP, UU PPh, UU PPN, Peraturan lain yang relevav
2. ortax.org
3. http://dannydarussalam.com/wp-content/uploads/2014/11/24-InsideHEADLINE-RESTITUSI-PAJAK-YANG-BUSINESS-FRIENDLY_TANTANGAN-BAGI-INDONESIA_secured_Rev.pdf