UNDANG-UNDANG Pajak Penghasilan mengelompokkan penghasilan menjadi empat jenis (dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis), yaitu:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dsb
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan
4. penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang dan hadiah.
Pengertian penghasilan yang diperoleh subjek pajak dalam negeri sebagaimana termaktub dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah world wide income, artinya penghasilan dari seluruh dunia. Sedangkan penghasilan yang diterima oleh subjek pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
Yurisdiksi pemajakan erat kaitannya dengan penentuan sumber penghasilan (Yurisdiksi pemajakan pernah saya bahas di tulisan sebelumnya, bisa diklik di sini). Hal ini penting untuk menentukan negara mana yang berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara lain. Lazimnya negara sumber penghasilan lebih berhak terhadap suatu penghasilan yang diperoleh oleh suatu perusahaan/perorangan. Hal ini bisa kita lihat dari Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)/tax treaty yang mengatur mengenai keutamaan hak pemajakan secara eksplisit di pasal-pasalnya.
Dalam praktiknya, selain menentukan apakah negara sumber berhak memajaki penghasilan tersebut, asas sumber juga mengatur mengenai pengkreditan pajak yang telah dipotong di luar negeri apakah bisa dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang menurut undang-undang domestik. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi pengenaan pajak berganda.
Di Indonesia sendiri ketentuan penentuan sumber penghasilan untuk memperhitungkan kredit pajak luar negeri ini diatur dalam Pasal 24 UU PPh:
Pasal 24
(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama
(2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini
(3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, penentuan sumber penghasilan adalah sebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harga gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tak gerak tersebut terletak
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut
(5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan
(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan
Semoga bermanfaat.