Celotehan Malam (3)

–Perjalanan keliling adalah lingkaran sempurna: awal adalah akhir, tiada awal tiada akhir, Aku kembali ke titik nol.–(Agustinus Wibowo, Titik Nol).

Saya tidak seekstrim Agustinus Wibowo dalam melakukan perjalanan. Saya tidak akan berani menyasarkan diri (get lost) di luar negeri—apalagi di negeri-negeri langit dunia—seperti Tibet, dll. Bukan cuma menyasarkan diri, harus ditambah dengan ancaman keamanan, sensitif masalah rasisme, agama, suku, warna kulit, dll. Membayangkannya saja saya sudah begidik ketakutan.

Oleh karenanya saya kagum dengan Agustinus Wibowo yang berani mengambil risiko–apapun–untuk melakukan itu semua. Baginya perjalanan bukanlah tentang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tapi perjalanan adalah pencarian untuk menemukan; meskipun kemudian ia menemukan hal yang ia cari di samping pelukan ibunya yang hampir meninggal. Kadang kita memang harus mencari dan menjelajah terlebih dahulu untuk mencari jawaban yang sebenarnya sudah ada di depan mata kita.

Bagaimana mungkin perjalanan kita harus diawasi mata yang menyebut diri mereka sebagai ‘pengawas’ atau ‘penjaga keselamatan’ yang kemudian ‘merampok’ sisa uang saku kita. Atau dikecam kelaparan karena kekurangan makanan, tidak ada kendaraan, dan tidak mandi selama berhari-hari. Agustinus Wibowo menyebut semua itu sebagai titik nol.

Angka nol (kosong) memang banyak dibahas di beberapa literatur sebagai angka ajaib, sekaligus angka yang keramat. Dalam bukunya Biografi Angka Nol, Charles Seife menceritakan betapa angka nol telah menimbulkan banyak cerita dalam sejarah peradaban manusia. Dari sekedar perpecahan saudara, perpecahan etnis, agama hingga bangsa. Angka nol memang keramat.

Sementara Bang Haji Rhoma Irama memberi judul ‘keramat’ pada salah satu lagunya yang menceritakan tentang ibu. Hai manusia, hormati ibumu…. kata bang haji. Yang dimaksud dengan keramat dalam lagu itu adalah doa ibu. Doa ibu memang keramat, karena doa ibu banyak didengar oleh Allah. Kita harus menghormati, menghargai dan mencintai ibu kita, pesan bang haji. Ibu yang darah daging kita berasal dari air susunya, ibu yang jiwa raga kita berasal dari kasih sayangnya.

 

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.