Saya ingin sharing tentang salah satu tulisan bagus di bukunya Ust Felix Y. Siauw yang berjudul How to Master Your Habits. Tulisan itu ada di halaman 149, dengan judul Just Kill The Excuses. Kenapa mesti tulisan ini? karena saya pikir tulisan ini sangat bagus dan inspiratif, terutama buat saya sendiri. Tidak ada salahnya saya membagi untuk teman-teman sekalian. Berikut saya ambilkan langsung dari bukunya, tanpa perubahan apapun.
Alkisah, ada dua tenaga sales yang diutus oleh perusahaan pakaian untuk pergi ke negeri Antah-barantah untuk melakukan survei potensi pasar di sana. Pesimus dan Optimus namanya. Kebetulan, negeri Antah-barantah memang belum tersentuh oleh teknologi apapun. Ketika kedua sales sampai di tempat, mereka terkesima melihat penduduk yang masih sangat akrab dengan alam, dan karenanya mereka juga belum mengenal pakaian. Setelah 1 minggu menetap di sana, kedua sales kembali lagi ke kantor pusat mereka untuk melaporkan hasil survei mereka.
Sales pertama, Pesimus berucap “Wah, Pak, menurut saya, tidak perlu kita melakukan perluasan pasar di daerah sana. Percuma saja Pak, penduduk lokal tidak biasa berpakaian, produk kita mustahil laris di sana!”.
Sales kedua, Optimus berucap “Seumur hidup Pak, saya belum pernah menemukan potensi pasar sebesar ini! Ada lebih dari 30 juta orang hidup di negeri itu dan semuanya belum berpakaian! Kita bukan saja berpotensi mengembangkan pasar di sana, tetapi kita juga berpotensi menjadi market leader!”.
Terlepas dari laris atau tidaknya produk itu, kira-kira sales jenis mana yang Anda pilih jika Anda memiliki perusahaan? Pesimus-like atau Optimus-like?
Alkisah pula, suatu hari Pesimus dan Optimus sedang menyetir kendaraan masing-masing di jalan tol kota Jakarta yang memang terkenal macet, hampir 2 jam mereka terjebak kemacetan di sana.
Pesimus mengamuk, “Sial, sial, sial! Menyebalkan sekali macet ini, seharusnya aku sudah tidur di ranjang empuk sambil menonton film box office!”
Optimus berujar “Alhamdulillah, bisa mengembangkan keahlian baru; membaca sambil menyetir!”
Alkisah lagi, ketika dua sales itu tiba-tiba mengalami penyakit mematikan matimus mudamus syndrom, padahal mereka baru saja berusia 30 tahun, maka keduanya divonis dokter akan meninggal 3 bulan lagi.
Pesimus mengutuk “Tuhan pasti tidak adil! saya belum juga menikah dan memiliki kapal pesiar! Baiklah, karena toh 3 bulan lagi saya akan mati, maka saya akan menggunakan hidup yang tersisa untuk menikmati dunia. Hutang yang banyak, toh 3 bulan lagi meninggal, berzina, berjudi, merampok, hahahahaha” (dengan tawa khas penjahat).
Optimus bersyukur “Alhamdulillah, sebentar lagi aku akan bertemu Allah dan kekasihku Muhammad, masih untuk aku diingatkan 3 bulan lagi akan meninggal, sementara banyak yang meninggal tanpa persiapan sedikitpun. Semoga 3 bulan ini bisa aku maksimalkan untuk beribadah yang banyak, menyelesaikan amanah, dan mungkin menulis buku atau mewakafkan hartaku untuk menjadi amal jariyah”
Kita tidak selalu bisa memilih apa yang akan terjadi pada diri kita, karena hidup tidak selalu pilihan. Namun, kita jelas bisa memilih bagaimana menyikapinya.
Karena suatu peristiwa pada hakekatnya tidak memiliki nilai yang baik atau nilai yang buruk sampai kita menggunakan standar kita untuk menilai baik atau buruknya. Kita tidak akan pernah tahu kemana angin akan bertiup, namun kita jelaspunya pilihan untuk mengendalikan kapal layar.
Namun, tidak semua orang sadar akan kemampuan yang istimewa ini. Seringkali manusia tidak sadar bahwa mereka memiliki kendali atas apapun yang terjadi pada mereka, sebaliknya mereka justru (merasa–red) menjadi korban atas kejadian itu.
Tipe Pesimus, adalah orang-orang yang tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri, tidak bertanggung jawab atas apapun yang terjadi pada mereka. Dan senjata paling hebat pada orang-orang semacam ini adalah alasan. Excuses.
Mengapa datang terlambat? Otak tipe pesimus akan segera menghasilkan ribuan alasan untuk bisa lepas dari masalah. Mulai dari sakit perut, hujan, nenek meninggal, tetangga tahlilan, mengantar istri belanja, dan yang jelas alasan macet!
Para Pesimus selalu mencari cara agar dirinya lepas dari tanggung jawab dengan mencari kambing hitam sebagai tempat menumpahkan tanggung jawab. Ketika mereka menyalahkan ‘macet’ sebagai alasan terlambat, pada hakekatnya mereka ingin bicara “Bukan salah saya terlambat, macetlah yang salah!”.
Dengan mereka melakukan itu, maka mereka melepas kendali atas diri mereka, menganggap diri mereka adalah korban, dan tanpa sadar menekan tombol OFF pada otak mereka untuk mencari solusi agar tidak terlambat pada pertemuan yang lain.
Selain itu, biasanya mereka juga melengkapi 2 penyakit awal alasan dan salahkan, dengan benarkan diri sendiri. Justifikasi. “Yang lain juga begitu”, “Mereka kan nggak tahu kesulitanku!”.
Optimus mempunyai habits sebaliknya, mereka selalu mengambil kendali keadaan walaupun hal itu terbukti sering menyulitkan dirinya. Namun, bukankah kesulitan akan menimbulkan keahlian? Kita sudah membahasnya pada bab lalu.
Para Optimus akan bertanggung jawab atas sesuatu yang berada dalam kendalinya. Dia belajar dari kesalahan dan berpikir keras bagaimana agar kejadian itu tidak terjadi pada masa depan. Mereka berkembang karena otak mereka berada pada posisi ON.
Bila Optimus terlambat menghadiri janji, walaupun ia telah berusaha untuk datang tepat waktu, maka ia akan mengatakan “Insya Allah di hari kemudian saya tidak akan terlambat lagi”. Dan betul-betul akan mengerahkan usahanya untuk tidak terlambat.
Optimus tidak akan membenarkan kesalahannya, karena dia memahami pembenaran atas kelalaian dan kesalahan adalah bagian dari perbuatan syaitan. Dia mengambil kendali dan belajar dari kelalaian dan kesalahan.
Islam tidak pernah menyuruh kita memikirkan perkara-perkara yang tidak berada dalam kendali kita. Islam mengajarkan agar kita fokus pada perkara yang berada dalam kendali kita.
Kabar baiknya, otak manusia sesungguhnya tidak pernah tidur. Ketika fisik kita tidur, pada hakikatnya otak kita sedang mengkonsolidasi memori yang kita dapatkan sebelum tidur, dan melakukan simulasi-simulasi supercepat untuk mencari solusi bagi permasalahan-permasalahan yang kita bawake dalam tidur. Itulah pendapat para ahli neurosains.
Artinya, seorang yang bertanggung jawab sebagaimana tipe Optimus akan selalu menemukan jalan keluar karena ia memutuskan untuk mengambil tanggung jawab dari suatu peristiwa, ia memikirkannya. Sedangkan Pesimus menganggap bahwa masalah ada pada yang lainnya sehingga ia tidak perlu repot-repot memikirkannya.
Wallahu a’lamu bisshawab,
semoga bermanfaat.