5. Karimunjawa
Sebenarnya sebelum ke Bandar Lampung, saya terlebih dahulu melakukan trip ke Karimunjawa. Sebuah kepulauan kecil di sebelah utara pulau Jawa. Ini adalah kali kedua saya melakukan trip ke Karimunjawa, karena sebelumnya saya sudah pernah kesana pada tahun 2010 bersama rombongan sahabat-sahabat saya yang lain.
Foto-foto diambil oleh K4mar137.
Karimunjawa, adalah nama salah satu pulau dari pulau-pulau yang ada di sana, di mana Karimunjawa merupakan pusat pemerintahan, yang juga merupakan pulau yang paling padat penduduknya.
Tidak terlalu luas, dan tidak terlalu ramai juga karena hanya merupakan kota kecamatan.
Untuk menuju Karimunjawa, kita membutuhkan waktu sekitar 6 jam dari pelabuhan di Jepara denggan Feri biasa, atau sekitar 2 jam dengan kapal cepat. Hanya saja jika menggunakan kapal cepat, siap-siap saja seluruh isi perut akan diaduk oleh goncangan kapal dan ombak, karena kapal melaju dengan sangat kencang.
Untuk pergi ke Karimunjawa sebaiknya perhatikan cuaca, jangan kesana saat musim hujan, karena bisa-bisa mengganggu trip karena tidak dapat melaut. Atau, yang lebih parah, kita bisa terjebak di Karimunjawa karena tidak bisa kembali ke Jawa, akibat cuaca buruk sehingga Feri tidak beroperasi.
Waktu yang baik dan biasanya ramai untuk bepergian ke Karimunjawa biasanya antara Maret-Juli, karena saat itu musim hujan biasanya sudah berhenti.
Karena bentuknya kepulauan, maka wisata di sana ya tentu saja bepergian ke pulau-pulau, atau dikenal sebagai hoping. Kita bisa snorkling atau diving di sana, atau sekedar berjalan-jalan di pantai.Laut dan pantai di sana bisa dikatakan masih perawan, dengan koral yang masih bagus, baik warna maupun bentuknya, tidak rusak. Laut yang biru, dan angin yang sejuk. Jangan lupa membawa sunblock dan rajin memakainya, atau kulit kita akan terbakar habis dan warnanya akan kembali berbulan-bulan kemudian, seperti yang saya alami.
Itulah yang saya rasakan sebagai perbedaan Indonesia dengan Phuket. di sini, terik matahari sangat ganas, membakar kulit kita. Sedangkan di Phuket tidak membakar, bahkan bisa dikatakan sejuk. Mungkin karena negara kita dilintasi oleh garis khatulistiwa kali ya.
Saat bepergian ke Kawimunjawa, maka semakin banyak orang akan semakin bagus. Kenapa? karena biaya tripnya akan semakin murah, karena pembaginya semakin banyak. Fixed cost seperti sewa perahu, atau sewa guesthouse, bisa dishare bersama. Pada tahun 2010, dengan 6 orang peserta, biaya yang timbul sekitar Rp600.000 sudah termasuk tiket PP Jepara-Jakarta. Nah, di tahun ini, sekitar Rp800.000 per orang, namun belum termasuk tiket PP Kudus-Jkt 😦
Tapi hasilnya sangat memuaskan. Pemandangan yang indah, laut yang tenang. Bayangkan saja, jam 12 siang, atau jam 3 sore, di saat matahari sedang terik-teriknya, kita malah membahana beredar di tengah laut untuk snorkeling. Laut tenang, sepi, seperti waktu kapal Titanic tenggelam, sepi, sunyi, hanya saja kali ini tidak mencekam.
Pada perjalanan sebelumnya, selain wisata laut, saya bersama rombongan sempat menyewa motor untuk mengelilingi pulau Karimunjawa dan pulau Menjangan Besar yang dihubungkan oleh satu jembatan kecil. Kami sempat juga mengunjungi bandara kecilnya, yang sepi, sepi banget, tidak ada orang sama sekali. Oya, selain dengan Feri, Karimunjawa juga bisa dijangkau dengan pesawat kecil dari Semarang. Harga tiket Feri untuk kelas eksekutif sekitar Rp60 ribuan, sedangkan tiket pesawat sekali jalan sekitar Rp500 ribu, termasuk mahal untuk ukuran saya yang bepergian dengan prinsip backpakeran.
Karimunjawa, tepat di depan kantor camatnya, terdapat satu lapangan besar yang merupakan tempat paling happening di sana. Para pedagang makanan ngumpul di sana, meski kebanyakan menjual olahan ikan. Jadi jangan lama-lama kalau ke Karimunjawa, sebab nanti bosen, setiap hari makan ikan. 3-4 hari saya rasa sudah cukup puas.Jangan lupa pula untuk membawa uang cash dalam jumlah cukup, karena di sana tidak akan kita temui ATM. Tidak ada rumah sakit, tidak ada minimarket. Bawa keperluan selengkapnya. Listrik pun, sampai sekarang cuma nyala di malam hari. Siang hari listrik dimatikan. Hanya saja sekarang guesthouse sudah mulai menyediakan genset sendiri, jadi listriknya sudah full.
Banyak pilihan tempat menginap di sana, dari guesthouse sederhana yang murah, paling sekitar Rp50-Rp80 ribu semalam untuk dua orang, atau hotel lumayan mahal di kisaran Rp200ribu semalam. Tapi hotel-hotel itu letaknya jauh dari keramaian. Kalau untuk bulan madu mungkin oke. Atau bisa juga memilih wisma apung, yang sesuai namanya, mengapung di tengah laut. Saya sih ogah.
Bagi yang suka tantangan bisa berenang bersama ikan hiu di penangkaran hiu. Atau sekedar naik banana boats keliling-keliling pantai.
Karimunjawa, mutiara di tengah pesisir, selalu ingin kembali ke sana, suatu ketika.
6. Banda Aceh
Aceh, seperti yang saya ceritakan pada cerita saya sebelumnya, bisa dikatakan kota yang sangat bersejarah. Bukan hanya karena Serambi Makkahnya, atau peranannya dalam berdirinya Garuda Indonesia Airways, atau bukan karena Gam nya, atau bukan karena tanamannya, tapi juga karena tsunami-nya yang terjadi pada 26 Desember 2004. Mungkin masih melekat di ingatan kita bagaimana tsunami menyapu Banda Aceh pada saat itu.
Mungkin sedikit saja akan saya ulas, Aceh merupakan kota budaya. Dengan bahasa yang menurut saya susah dimengerti, dengan budaya ngopi-nya yang khas, juga kehidupan agama-nya di sana. Seperti kita ketahui bahwa di sana menerapkan syariat Islam, yang bahkan dibonceng motor pun tidak boleh duduk mengangkang bagi kamu perempuan. Kopi, mie aceh, adalah makanan khas yang harus dicoba di sana. Sangat khas, sama seperti khasnya pindang patin dari Palembang, dan bagi saya sangat berkesan. Saya suka makan mie Aceh di Jakarta, hanya saja menurut saya mie asli sana enak banget. Saya juga suka ngopi, dan suka membandingkan tempat-tempat ngopi di Jakarta ini, hanya saja kopi Aceh di pinggiran jalan rasanya tidak ada yang mengalahkan.
Sekarang jalanan di Aceh sudah besar dan lebar, yang dibangun pascatsunami. Banyak bangunan dan perumahan baru. Aceh telah berbenah.
7. Surabaya
Saya sudah beberapa kali ke Surabaya, baik sekedar transit, untuk jalan-jalan, atau untuk pekerjaan. Surabaya adalah kota yang panas. Kalau kita habis mandi, dan baru keluar dari kamar mandi, rasanya ingin masuk lagi ke kamar mandi untuk mandi lagi sangkin panasnya.
Makanan khas-nya ya rawon. Meski rawon setan menurut saya bukan rawon yang paling enak. Saya lebih senang makan rawon di pinggir jalan, selain lebih enak, juga lebih murah. Rawon setan? mahalll untuk ukuran kantong saya.
Biasanya orang-orang yang datang ke Surabaya akan sekalian mampir ke jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dan Madura.
Dulu pernah kami singgah ke Surabaya setelah perjalanan dari Batu dan Malang. Kami sampai di Surabaya sekitar jam 8 malam. Rencananya kami akan melanjutkan ke Solo dengan bis malam, sekitar jam 12 malam. Untuk menunggu waktu, kami memutuskan untuk menonton film di City Of Tomorrow atau terkenal dengan CITO. Saya lupa waktu itu nonton apa, hanya saja selesainya memang sekitar jam 11.30-an malam. Dan pas kami keluar mall untuk mencari angkutan ke terminal, ternyata sudah tidak ada. Kami harus berjalan kaki dari CITO ke Terminal Bungurasih. Saya benar-benar merasa homeless waktu itu, hihi, pengalaman.
Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2011 an, waktu kami mengadakan Tour de Java. Rute kami waktu itu adalah Jakarta-Semarang-Kudus-Surabaya-Batu-Malang-Surabaya-Solo-Magelang-Dieng-Garut-Bogor-Jakarta, benar-benar pengalaman yang tidak akan saya lupakan.
Perjalanan saya ke Surabaya kali ini hanya untuk tujuan pekerjaan, saya menginap di hotel yang lumayan mewah, dengan makanan dan kamar tidur yang dilengkapi dengan jacuzzi. Oya, saya sangat suka menghabiskan waktu di hotel dengan berendam air hangat sambil membaca buku atau mendengarkan musik, atau keduanya. Biasanya saya lakukan malam hari sebelum tidur, benar-benar membuat rileks.
Dan Surabaya, akan selalu menjadi tempat yang akan saya kenang, karena pernah ada seseorang yang singgah di hati saya, dan dia ada di sana. membaur bersama hingar bingarnya Surabaya, meski sekarang saya tidak tau dia ada di mana 😀
8. Kota Lain
Kota lain yang saya kunjungi—bahkan untuk beberapa kali dalam setahun—tidak lain dan tidak bukan adalah Bogor dan Bandung. Beberapa untuk urusan pekerjaan, namun tak jarang pula hanya untuk sekedar main. Bogor sangat saya sukai karena soto mie nya yang enak banget, atau Bandung sangat saya sukai karena banyak kenangan di sana. Dulu saya pernah tinggal lama di Bandung, sekitar 2 tahun, alhasil lumayan hafal tempat-tempat di sana. Dan saya senang mengulang kenangan itu.
Kalau ke Bogor saya lebih senang bepergian dengan KRL. Selain murah, kereta bagi saya adalah tempat melihat. Saya sangat suka naik kereta. Sementara kalau ke Bandung, saya lebih senang dengan memakai moda travel. Karena pool-nya lumayan dekat dari tempat tinggal saya.
Baiklah, saya pikir cukup saya berbagi cerita tentang jalan-jalan saya di tahun 2013. Semoga tahun 2014 ini saya bisa jalan-jalan, melihat lebih banyak tempat lagi, karena seperti kata Ibn Battuta, Traveling teach you how to see. Saya ingin terus belajar tentang alam, tentang kehidupan. Saat saya merasa jenuh dengan kehidupan saya, alam menunggu saya untuk kembali. Entah itu laut, gunung, atau kehidupan itu sendiri. Semoga.
————————————————–
Akhir dari bagian 1
Bintaro, 4 Januari 2014