KEGIATAN ekonomi dan pajak adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Pemerintah berkepentingan dengan pertumbuhan ekonomi karena sebenarnya pemerintah berkepentingan dengan pajak. Hal ini mengingat pajak merupakan sumber pendanaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Tentu saja tidak bisa kita perbandingkan vis a vis antara ekonomi dan pajak, mengingat pajak juga memengaruhi banyak hal: dari harga dan laba hingga jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi serta pendapatan yang diterima seperti disampaikan oleh Anne-Robert-Jacques Turgos.
William Petty pada 1670-an sudah mengatakan bahwa ekonomi dapat diukur, dihitung, dan dikuantifikasi dengan baik. Tidak hanya nilainya, namun ekspansi dan kontraksinya dapat dihitung secara akurat. Apakah selalu seperti itu? Pada kenyataanya tidak. Saat ini kita mengenal underground economy, atau disebut juga sebagai unofficially economy atau black economy. Apapun sebutannya, underground economy pada dasarnya adalah kegiatan-kegiatan ekonomi baik secara legal maupun ilegal yang terlewat dari perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB). Kegiatan underground economy umumnya terlewat dari pengawasan otoritas pajak sehingga merugikan negara (Samuda, 2016).
Dari sudut pandang yang berbeda, underground economy dapat dipandang sebagai reaksi dari masyarakat (atau sekelompok masyarakat) yang merasa terbebani oleh peraturan pemerintah (salah satunya mengenai beban pajak), sehingga underground economy dianggap sebagai exit option dari masalah tersebut (Samuda, 2016). Meski ada juga yang berpendapat bahwa underground economy adalah bukti ketidakmampuan pemerintah dalam menghitung dan mengukur kue ekonomi secara tepat.
Alfred Marshall pernah mengatakan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Kalau kita renungkan apa yang disampaikan Marshall tersebut masih relevan hingga saat ini. Di sisi lain, pajak telah lahir dan ada sejak lahirnya manusia itu sendiri. Usia pajak telah sama tuanya dengan usia peradaban manusia di dunia. Oleh karena itu antara manusia, ekonomi, dan pajak berkelindan membentuk suatu hubungan yang tidak terpisahkan. Namun sayangnya, manusia kerap sekali berbohong (Stephens dan Davidowitz, 2017); oleh karenanya ekonomi yang tercatat dan underground economy akan selalu menjadi masalah pemerintah-pemerintah di dunia.
Sampai di sini kita sepakat bahwa underground economy mengurangi jatah pemerintah yang berasal dari pajak. Smith (1994) mengklasifikasikan aktivitas underground economy sebagai berikut:
Aktivitas | Transaksi Moneter | Transaksi Non Moneter |
Ilegal | – Perdagangan barang hasil pencurian – Industri dan penjualan obat-obat terlarang – Perjudian – Prostitusi – Pencucian uang – Penyelundupan – Penggelapan | – Barter obat-obat terlarang – Pencurian untuk digunakan sendiri – Produksi obat-obat terlarang untuk penggunaan sendiri |
Legal | – Pendapatan yang tidak dilaporkan – Upah, gaji, dan aset dari pekerjaan yang tidak dilaporkan dari barang dan jasa yang legal – Pembayaran di bawah faktur – Diskon untuk karyawan – Tunjangan | – Pendapatan yang tidak dilaporkan – Upah, gaji, dan aset dari pekerjaan yang tidak dilaporkan dari barang dan jasa yang legal – Pembayaran di bawah faktur – Diskon untuk karyawan – Tunjangan |
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa underground economy dapat berasal dari aktivitas ilegal maupun aktivitas legal. Dari kacamata perpajakan, underground economy pada dasarnya adalah aktivitas ekonomi yang tidak dilaporkan di SPT Pajak, baik aktivitas legal maupun ilegal, terlepas dari apakah aktivitas tersebut sudah tercatat di PDB atau belum. Oleh karenanya, menurut pendapat saya, dalam dunia perpajakan underground economy adalah:
- kegiatan ekonomi yang seharusnya sudah dilaporkan untuk mendapatkan NPWP namun tidak dilaporkan;
- kegiatan ekonomi yang seharusnya sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) namun tidak dilaporkan;
- penghasilan yang tidak/kurang dilaporkan di SPT;
- harta yang tidak/kurang dilaporkan di SPT;
- beban yang dilaporkan terlalu besar di SPT; dan/atau
- fasilitas yang tidak seharusnya diberikan kepada wajib pajak.
Cara paling mudah dalam mengukur underground economy adalah dengan menyandingkan antara data PDB dengan data penghasilan yang dilaporkan wajib pajak di SPT. Meski tak jarang ditemui bahwa nilai PDB berdasarkan data BPS lebih rendah/lebih kecil dari data penghasilan yang dilaporkan wajib pajak di SPT. Sehingga dalam melakukan kajian ini, cara dan metode pencatatan PDB perlu diperdalam lagi.
Underground Economy = Nilai PDB pada suatu tahun – Total penghasilan yang dilaporkan wajib pajak pada suatu tahun pajak.
Semoga bermanfaat.
Gambar dari sini.