SEBELUM meninggal, almarhum kakek saya sering berpesan agar saya tidak terlalu menuntut orang lain, tetapi tuntutlah diri sendiri agar bisa membahagiakan orang lain. Dalam pesan tersebut, beliau menekankan agar saat sedang bahagia, usahakan saya membaginya dengan orang lain, terutama keluarga. Namun saat saya sedang bersedih, jangan pernah membaginya dengan siapapun kecuali Tuhan.
Setelah saya pikir-pikir, apa yang dipesankan kakek saya memang benar dan sangat mendasar. Kebahagiaan yang kita rasakan akan semakin membahagiakan saat kita bagi dengan orang lain. Mungkin kesedihan akan berkurang sedihnya ketika kita bagi dengan orang lain, namun kadang tidak sopan rasanya orang lain harus ikut merasakan kesedihan yang sedang kita derita. Disini kakek saya mengajarkan kepada saya mengenai tata krama/adab berkehidupan sosial.
Saya punya teman kecil yang sangking dekatnya dengan ibunya, saat dia merantau, semua hal diceritakannya kepada ibunya. Tidak perduli itu bahagia atau sedih. Ketika kabar yang diceritakan adalah kabar bahagia, maka seluruh keluarga akan ikut berbahagia, jelas. Namun ketika yang diceritakan adalah kabar yang kurang membahagiakan (bahkan kadang menyedihkan), seluruh keluarga akan panik, karena teman saya iitu jauh merantaunya. Mungkin itu sisi buruknya menceritakan kesedihan kepada keluarga yang jauh.
Dari situ saya belajar agar melakukan penyaringan (filtering), mana yang perlu dan tidak perlu saya ceritakan kepada keluarga. Jika saya terpaksa mengabarkan kabar yang tidak membahagiakan, setidaknya kabar itu tidak membuat keluarga saya yang jauh menjadi panik.
Terima kasih kakek, atas wejangan yang pernah diberikan.
Semoga bermanfaat.