AKTIVA atau aset adalah sumber daya ekonomi perusahaan yang mempunyai manfaat di masa mendatang dan keberadaannya tidak untuk diperjualbelikan. Berdasarkan masa manfaatnya, aktiva dibagi menjadi dua, yaitu aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar merupakan aktiva yang masa manfaatnya kurang dari 1 tahun, sedangkan aktiva tetap merupakan aktiva yang masa manfaatnya lebih dari 1 tahun. Berdasarkan wujudnya, aktiva tetap dibagi lagi menjadi 2, yaitu aktiva tetap berwujud dan aktiva tetap tidak berwujud. Contoh aktiva tetap berwujud seperti tanah, bangunan, mesin, kendaraan, dll, sedangkan contoh aktiva tetap tidak berwujud misalnya goodwill, hak paten, hak cipta, merek dagang, dll.
Perusahaan memperoleh aktiva dengan cara-cara berikut:
1) Jual beli
2) Membangun sendiri
3) Tukar menukar
4) Likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
5) Sumbangan/hibah
6) Warisan
7) Setoran modal
8) Build, operate, dan transfer
9) Sewa Guna Usaha
Tulisan ini akan membahas mengenai berapa nilai yang harus diakui perusahaan untuk setiap cara perolehan, disertai dengan contoh dan cara mencatat-nya di pembukuan perusahaan. Tulisan akan dibagi menjadi 3 bagian; bagian pertama (tulisan ini/ B.1.1.) akan membahas perolehan nomor 1) sampai 3), bagian ke dua (B.1.2.) akan membahas perolehan nomor 4) sampai 6) dan bagian terakhir (B.1.3.) akan membahas perolehan nomor 7) sampai 9).
Jual Beli
Ketika sebuah aktiva diperoleh dengan cara membeli, maka aktiva tersebut akan dicatat senilai historical cost-nya, yaitu sebesar seluruh akumulasi pengorbanan ekonomis yang telah dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tersebut. Artinya, aktiva tidak hanya dicatat senilai harga aktiva-nya, tetapi juga seluruh biaya-biaya untuk memperoleh aktiva tersebut. Pasal 10 ayat (1) UU PPh juga mengatur demikian: Dalam hal aktiva diperoleh berdasarkan jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, maka aktiva dicatat berdasarkan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan, sedangkan apabila jual beli tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka aktiva dicatat sebesar jumlah yang seharusnya dikeluarkan.
Contoh:
1) PT Angkasa Raya membeli mesin giling dengan nomor seri B108765CSA dari PT Angling Dharma seharga Rp10 miliar. PT Angkasa Raya dan PT Angling Dharma tidak memiliki hubungan istimewa. Untuk memperoleh aktiva tersebut, PT Angkasa Raya juga membayar biaya pengiriman sebesar Rp100 juta, biaya pemasangan Rp250 juta, dan biaya konsultasi sebesar Rp50 juta. PT Angkasa Raya membayar PPN sebesar Rp1.040.000.000,- serta memotong PPh Pasal 23 sebesar Rp6.000.000,- Seluruh biaya dibayarkan kepada PT Angling Dharma.
Maka nilai perolehan yang harus dicatat oleh PT Angkasa Raya adalah:
Uraian | Debit | Kredit |
Mesin Giling B108765CSA | 10.400.000.000,- | – |
PPN Masukan | 1.040.000.000,- | – |
Utang PPh Pasal 23 | – | 6.000.000,- |
Kas/Hutang | 11.434.000.000,- |
Sedangkan jurnal yang akan dibuat oleh PT Angling Dharma adalah:
Uraian | Debit | Kredit |
Kas/Piutang | 11.434.000.000,- | – |
Piutang PPh Pasal 23 | 6.000.000,- | – |
PPN Keluaran | – | 1.040.000.000,- |
Pendapatan usaha | – | 10.000.000.000,- |
Pendapatan jasa | – | 400.000.000.- |
2) PT Angkasa Raya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Pada bulan Januari 2015, PT Angkasa Raya melakukan impor alat berat yang dibeli dari Proton Corp. yang berada di Singapura. Proton Corp. merupakan salah satu pemegang saham PT Angkasa Raya dengan kepemilikan 45%. Alat berat tersebut diimpor dengan nilai USD100.000,- namun nilai wajarnya adalah USD125.000,-. Untuk mengimpor alat berat tersebut, PT Angkasa Raya membayar bea masuk, bea masuk tambahan, dan biaya EMKL masing-masing senilai 10%, 5%, dan 1% dari nilai alat berat. PT Angkasa Raya juga membayar PPh Pasal 22 atas impor sebesar 7,5% dari nilai impor karena tidak memiliki API, sedangkan PPN impor yang harus dibayar dibebaskan. Kurs tengah BI yang berlaku pada saat impor sebesar Rp10.000,- sedangkan kurs pajak yang berlaku pada saat pembuatan PIB adalah Rp9.000,-
Maka nilai perolehan yang akan dicatat PT Angkasa Raya adalah :
Uraian | Nilai | Keterangan |
Alat berat USD125.000,- x Rp10.000,- | 1.250.000.000,- | Harga wajar |
Bea masuk 10% | 125.000.000,- | – |
Bea Masuk Tambahan 5% | 62.500.000,- | – |
Biaya EMKL 1% | 12.500.000,- | – |
PPh Pasal 22 Impor 7,5% x Nilai Impor | 0,- | PPh tidak boleh ditambahkan sebagai biaya |
PPN Impor 10% x Nilai Impor | 0,- | PPN Impor merupakan PM yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan, sehingga tidak perlu dibiayakan |
Jumlah | 1.450.000.000,- | – |
PT Angkasa Raya akan mencatat perolehan alat berat tersebut sebesar:
Uraian | Debit | Kredit |
Alat Berat | 1.450.000.000,- | – |
PPN Masukan (PPN Impor) | 145.000.000,- | – |
Piutang PPh Pasal 22 Impor | 108.750.000,- | – |
Kas/Hutang | – | 1.703.750.000,- |
Membangun Sendiri
Aktiva bisa juga diperoleh perusahaan dengan cara membangun sendiri. Biasanya aktiva yang diperoleh dengan cara ini berupa bangunan/gedung, yaitu gedung yang didirikan di atas tanah milik sendiri, kemudian dibangun, baik melalui kontraktor maupun dilakukan kegiatan membangun sendiri sebagaimana diatur di UU PPN. Pengeluaran yang terjadi untuk membangun aktiva tetap tersebut merupakan unsur harga perolehan aktiva tetap tersebut. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva yang masa manfaatnya lebih dari 1 tahun dikapitalisasi sebagai harga perolehan aktiva tersebut dan pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU PPh.
Contoh:
PT Bunga Bangkai merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha perdagangan besar. Pada tahun 2014 PT Bunga Bangkai mendirikan gedung kantornya di jalan TB Simatupang, Jakarta, dengan menggunakan PT Berdikari sebagai kontraktornya (PT Berdikari sudah PKP). Nilai kontrak yang disetujui sebesar Rp12 miliar. Selain itu PT Bunga Bangkai juga membayar biaya perencanaan kepada PT Barakuda sebesar Rp3 miliar dan biaya pengawasan sebesar Rp4 miliar. Untuk proyek ini, PT Bunga Bangkai mendapatkan pinjaman dari PT Banci Tampil dengan total bunga yang harus dibayarkan sebesar Rp1 miliar. Tidak ada hubungan istimewa di antara pihak-pihak tersebut di atas. PT Bunga Bangkai telah memotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi tersebut dan juga membayar PPN 10%.
Maka, nilai perolehan yang akan dicatat oleh PT Bunga Bangkai adalah:
Uraian | Nilai | Keterangan |
Jasa perencanaan konstruksi | 3.000.000.000,- | – |
Jasa pelaksanaan konstruksi | 12.000.000.000,- | – |
Jasa pengawasan konstruksi | 4.000.000.000,- | – |
Biaya bunga | 1.000.000.000,- | – |
PPN yang dibayar Rp1.900.000.000,- | 0,- | PPN tsb merupakan PM yang dapat dikreditkan |
Jumlah | 20.000.000.000,- | – |
Sehingga PT Bunga Bangkai akan mencatat:
Uraian | Debit | Kredit |
Gedung | 20.000.000.000,- | – |
PPN Masukan | 1.900.000.000,- | – |
Utang PPh Pasal 4 ayat (2) | 2.000.000.000,- | |
Kas/Hutang | – | 19.900.000.000,- |
Tukar Menukar
Selain membeli dan membangun sendiri, aktiva tetap juga bisa diperoleh dengan cara tukar menukar. Pasal 10 ayat (2) UU PPh mengatakan bahwa dalam hal terjadi tukar menukar harta, maka nilai perolehan yang diakui adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajarnya. Sehingga dapat dilakukan analisis sebagai berikut:
a) Pasal 10 ayat (2) UU PPh memandang bahwa transaksi tukar menukar harta/aktiva dipersamakan sebagai transaksi jual beli
b) Meskipun tidak ada pembayaran atas tukar menukar aktiva tersebut, pengakuan nilai perolehan berdasarkan harga pasar wajar
c) Oleh karena itu akan muncul keuntungan/kerugian bagi pihak-pihak yang melakukan pertukaran, yaitu sebesar selisih antara harga pasar wajar dengan nilai buku aktiva tetap
d) Penentuan nilai buku sebagaimana disebut pada huruf c) dengan memperhatikan metode penyusutan yang diperbolehkan secara fiskal
Contoh:
PT Cacing Kremi menukar mesin giling miliknya dengan mesin bubut milik PT Cicak Putih pada awal tahun 2015. Berikut data-data kedua aktiva tersebut:
Aktiva | Th Perolehan | Masa manfaat | Nilai Perolehan | Metode Penyusutan | Nilai Sisa Buku (Fiskal) | Nilai Pasar Wajar |
Mesin Giling | 2008 | 16 th | Rp10 miliar | Garis lurus | 5.625.000.000,- | 7.500.000.000,- |
Mesin Bubut | 2011 | 8 th | Rp12 miliar | Garis lurus | 6.000.000.000,- | 7.500.000.000,- |
Atas transaksi tukar menukar tersebut, masing-masing pihak harus membayar PPN Pasal 16D sebesar 10% dari nilai pasar wajar. Sehingga masing-masing pihak harus mencatat:
PT Cacing Kremi
Uraian | Debit | Kredit |
Mesin Bubut | 7.500.000.000,- | – |
PPN Masukan a/ penukaran mesin bubut | 750.000.000,- | – |
Akumulasi Penyusutan Mesin Giling | 4.375.000.000,- | – |
Mesin Giling | – | 10.000.000.000,- |
Keuntungan karena transaksi tukar menukar | – | 1.875.000.000,- |
PPN Keluaran a/ penukaran mesin giling | – | 750.000.000,- |
PT Cicak Putih
Uraian | Debit | Kredit |
Mesin Giling | 7.500.000.000,- | – |
PPN Masukan a/ penukaran mesin giling | 750.000.000,- | – |
Akumulasi Penyusutan Mesin bubut | 6.000.000.000,- | – |
Mesin Bubut | – | 12.000.000.000,- |
Keuntungan karena transaksi tukar menukar | – | 1.500.000.000,- |
PPN Keluaran a/ penukaran mesin bubut | – | 750.000.000,- |
Semoga bermanfaat.
Bersambung ke B.1.2.
———————————-
Referensi:
1. Akuntansi Pajak, Izzudin, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, tanpa tahun
2. UU PPh