PADA kesempatan kali ini saya akan membahas lanjutan akuntansi pajak, yakni mengenai akuntansi PPh Pasal 22.
PPh Pasal 22 merupakan PPh yang bersifat transaksional. Artinya kewajiban pemungutan PPh Pasal 22 akan timbul apabila ada transaksi yang menurut ketentuan harus dipungut/terutang PPh Pasal 22. Diantaranya:
a. Impor (tarif PPh Pasal 22-nya 0,5%; 1,5%; atau 7,5%)
b. Pembelian oleh bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (tarif PPh Pasal 22-nya 1,5%)
c. Pembelian oleh BUMN yang ditunjuk (tarif PPh Pasal 22-nya 1,5%)
d. Penjualan yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak dalam industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi kepada distributor di dalam negeri (tarif PPh Pasal 22-nya 0,25%; 0,1%; 0,3%; 0,45%; dan 0,3%)
e. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, APM, dan Importir Umum (tarif PPh Pasal 22-nya 0,45%)
f. Penjualan BBM, BBG, dan pelumas oleh produsen atau importir (tarif PPh Pasal 22-nya 0,25% atau 0,3%)
g. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul yang dilakukan oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan (tarif PPh Pasal 22-nya 0,25%)
h. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah oleh Wajib Pajak badan tertentu (tarif PPh Pasal 22-nya 5%).
Berdasarkan ketentuan di atas, menurut sifatnya, PPh Pasal 22 terbagi menjadi dua, yaitu PPh Pasal 22 yang tidak bersifat final dan yang bersifat final (hanya penjualan BBM, BBG dan pelumas kepada agen saja). Apabila PPh Pasal 22 ini bersifat final, maka tidak dapat dijadikan sebagai uang muka pajak bagi pihak yang dipungut (tidak dapat dikreditkan di SPT Tahunan PPh sesuai Pasal 28 UU PPh). Sebaliknya apabila bersifat tidak final, menjadi kredit pajak bagi pihak yang dipungut dan dapat dikreditkan di SPT Tahunan PPh berdasarkan ketentuan Pasal 28 UU PPh).
Berikut diberikan contoh pemungutan PPh Pasal 22:
PT Segar Bugar membeli baja dari PT Krakatau Steel sebesar Rp300.000.000,-
PT Segar Bugar merupakan distributor baja dalam negeri. Baik PT Segar Bugar maupun PT Krakatau Steel sudah dikukuhkan sebagai PKP.
Atas transaksi ini, PT Krakatau Steel akan memungut PPh Pasal 22 dari PT Segar Bugar sebesar 0,3% x Rp300.000.000,- = Rp 900.000,- dan PPN sebesar 10% x Rp300.000.000,- = Rp30.000.000,-
Sehingga jurnal yang dibuat oleh PT Segar Bugar:
Uraian | Debit | Kredit |
Pembelian | 300.000.000 ,- | |
PPN Masukan | 30.000.000,- | |
Uang Muka PPh Pasal 22 | 900.000,- | |
Kas | 330.900.000,- |
Jurnal yang dibuat oleh PT Krakatau Steel saat pemungutan adalah:
Uraian | Debit | Kredit |
Kas | 330.900.000 ,- | |
Utang PPh Pasal 22 | 900.000,- | |
PPN Keluaran | 30.000.000,- | |
Penjualan | 300.000.000,- |
Semoga bermanfaat.
selamat siang, bukannya yang memungut PPH pasal 22 nya adalah pemberi penghasilan ya dalam hal ini PT Segar bugar? Apa berbeda dengan PPH 23? karena yang saya tahu yang memotong adalah pemberi penghasilan, misal : Pengguna Jasa Konsultan.
Terima kasih
LikeLike
Untuk penjualan baja, pemotong PPh Pasal 22 adalah penjual.
LikeLike
Terima kasih atas sharing ilmunya. Sangat bermanfaat.
Btw. Saya mau bertanya.
Kalau Pembeli men-debet PPH 22 di Uang Muka PPh Pasal 22. Kemudian, kapan bisa dikredit PPh 22 bagi pembeli.
Kalau kasus PPN:
Jurnalnya pada saat membeli :
PPN di debet “PPN dibayar di muka”
Kemudian pada saat menjual :
PPN dikredit “Hutang PPN”
Terima kasih. Mohon dikoreksi jika pertanyaan saya kurang pas.
LikeLike
siang
Mau nanya.. kalau akhir tahun Uang Muka PPh 22 itu ditutup tidak ya?
Kalau ditutup,, denagn akun apa ?
Thanks before
LikeLike