69 Persen Indonesia Merdeka

KATA ‘merdeka’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai 1) bebas (dari perhambaan, penjajahan, dsb); berdiri sendiri, 2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan, 3) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa. Sedangkan Kamus Oxford mengartikan freedom sebagai 1) the power or right to act, speak, or think as one wants, 2) the state of not being imprisoned or enslaved, 3) the state of not being subject to or affected by (something undesirable).Sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa kata ‘merdeka’ atau freedom dalam bahasa Inggris mempunyai arti bebas dari penjajahan, tidak di bawah tuntutan atau pengaruh, dan mempunyai kekuatan atau keleluasaaan untuk berkata, bertindak, atau berpikir sesuai kehendak sendiri.

Di tahun 2014 ini, tanpa terasa sudah 69 tahun negara kita yang (katanya) kaya raya ini merdeka. Sudah 69 tahun lamanya kita terbebas dari penjajahan bangsa asing, yang menurut catatan sejarah telah menduduki secara paksa kedaulatan bangsa dan negara kita selama lebih dari 350 tahun. Apa hasil dari penjajahan yang terjadi selama lebih dari 5 generasi itu? Tidak hanya kita yang hidup dalam kekangan dan perintah bangsa lain, tetapi juga rakyat kita berpendidikan rendah, taraf hidup yang miskin, terbelakang, dan bermental terjajah.

Beberapa orang kadang membandingkan penjajahan yang terjadi di negara kita dengan penjajahan yang terjadi di negara lainnya, termasuk negara tetangga. Diantaranya mengatakan, ‘seandainya saja kita dijajah oleh Inggris, mungkin bangsa kita bisa lebih maju dan sejahtera, seperti Malaysia atau Singapura’. Apa iya jika dijajah Inggris bangsa kita akan lebih baik dibandingkan dijajah Portugis atau Jepang? Belum tentu! Itu hanyalah reaksi dari orang yang sudah terlalu lama dijajah, hingga pola pikirnya pun masih tetap terjajah. Agustinus Wibowo dalam Garis Batas (2011) menyebut sikap tersebut sebagai sindrom inferiority complex, dimana rakyat yang telah terjajah tidak lagi memiliki kepercayaan diri, karena kehinaan yang begitu lama; lalu mereka mencari kebanggaan dalam sejarah masa lalu dan simbol-simbol abstrak belaka.

Lalu pertanyaannya adalah, apakah kita benar-benar telah merdeka?

Kemerdekaan yang paling hakiki katanya dimulai dari kemerdekaan berpikir. Orang yang pola pikirnya terjajah akan terkena sindrom inferiority complex seperti tersebut di atas, selalu memposisikan diri sebagai pihak yang terjajah. Bagaimana bisa menjadi bangsa yang benar-benar merdeka jika cara berpikirnya pun masih tetap terjajah? Dari kemerdekaan berpikir akan melahirkan pribadi-pribadi yang merdeka secara individu, kemudian individu tersebut akan membawa ide-ide berpikirnya ke dalam kelompok, kemudian lebih luas akan di bawa ke ruang lingkup bangsa dan negara. Sehingga bangsa kita akan benar-benar merdeka secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan dan keamanan.

Kali ini saya hanya akan membahas kemerdekaan dipandang dari sisi ekonomi. Kemerdekaan secara ekonomi artinya merdeka untuk mengolah sumber daya sendiri, dengan tenaga dan sumber daya produksi sendiri, serta memanfaatkan sendiri produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Perekonomian Indonesia kita kenal sebagai perekonomian Pancasila, dimana sumber daya alam yang kita miliki diamanatkan oleh negara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Apakah hal tersebut sudah benar-benar tercapai? Mari kita lihat. Menurut Soekarno (1930) untuk melihat apakah perekonomian suatu negara masih terjajah atau tidak, bisa dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:

  1. Apakah sumber daya alam yang kita miliki hanya dijadikan sebagai bahan mentah atau bahan baku murah oleh negara maju?

Negara kita katanya negara yang kaya raya, tongkat kayu ditanam pun bisa tumbuh menjadi tanaman. Sumber daya alam lengkap, baik di laut maupun di darat semuanya ada, dan bisa dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia. Katanya dengan seluruh sumber daya alam tersebut kita bisa memenuhi kebutuhan kita tanpa bergantung kepada negara lain. Tetapi apa yang terjadi? Negara kita hanya dijadikan sebagai sumber bahan mentah atau bahan baku bagi negara lain, lalu bahan mentah tersebut diolah di luar negeri. Setelah menjadi produk yang bisa dipergunakan, masuk kembali ke negara kita dengan harga yang mahal. Dan kita harus ‘membeli’ barang yang tadinya milik kita sendiri.

  1. Apakah negara kita hanya dijadikan pasar untuk menjual produk-produk hasil industri negara maju tersebut?

Mari kita ingat-ingat, dari kita bangun tidur sampai kita mau tidur lagi, produk apa saja yang kita pergunakan untuk keseharian kita, yang merupakan asli buatan Indonesia? Saya pikir sangat sedikit jumlahnya. Sikat gigi, odol, sabun, shampoo, handuk, celana dalam, kemeja, celana, tas, sepatu, kaos kaki, motor, mobil, tempat sarapan, handphone, pemutar music, dst. Ada berapa item yang merupakan produk asli Indonesia?

  1. Apakah negara kita dijadikan tempat untuk memutar kelebihan uang (capital) oleh negara maju tersebut?

Jika item yang dipergunakan pada angka 2 di atas banyak yang merupakan produk asli negara kita sendiri, coba kita perhatikan siapa yang memproduksinya. Jika sudah kita ketahui siapa yang memproduksinya, mari kita cari tahu siapa pemilik modalnya: kebanyakan dimiliki oleh orang asing.

Jika jawaban dari ketiga pertanyaan di atas adalah ya, atau dua jawaban dari tiga pertanyaan tersebut adalah ya, dapat disimpulkan bahwa kita masih terjajah secara ekonomi. Tentu saja pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya sebagai indikator semata, karena untuk menentukan apakah perekonomian kita benar-benar terjajah atau tidak harus didukung dengan sejumlah data yang diolah dengan interpolasi tertentu sehingga menyajikan fakta yang tidak bisa kita bantah bahwa perekonomian kita memang masih berada di bawah ketiak bangsa lain.

Miris? Tentu saja iya. Bahkan salah satu iklan kampanye partai peserta pemilu legislatif 2014 kemarin, menampilkan tumpeng—yang nota bene makanan khas Indonesia—yang berasnya diimpor dari Vietnam, daging ayamnya diimpor dari Malaysia, kedelainya diimpor dari Amerika, kentangnya diimpor dari Australia, daging sapinya diimpor dari Australia, jagungnya diimpor dari India, dst. Dalam iklan tersebut dikatakan ‘banyak yang kita miliki, namun sedikit yang kita kuasai’ yang sebenarnya senada dengan istilah ‘tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri’. Terlepas dari iklan tersebut merupakan iklan kampanye partai politik atau bukan—dan di sini saya pun tidak sedang berkampanye—iklan tersebut memang benar merepresentasikan apa yang dialami bangsa dan negara kita sekarang ini. Untuk makan nasi tumpeng yang merupakan makanan pokok yang khas saja harus impor dari negara lain. Ooh Indonesiaku, swasembada pangan hanya ada di catatan sejarah saja.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam bidang perekonomian?

  1. Bebaskan pikiran kita dari sindrom inferiority complex, sehingga kita bisa berpikir secara merdeka sebagai individu yang merdeka;
  2. Kebijakan-kebijakan terkait perekonomian yang menguntungkan rakyat bisa diambil oleh pemerintah, misalnya:
  3. Pembatasan ekspor barang mentah/bahan baku

Pemerintah—melalui Kementerian Keuangan atau Kementerian Perdagangan—dapat mengeluarkan kebijakan pembatasan atau bahkan pelarangan ekspor barang mentah/bahan baku. Selain untuk menghindari eksploitasi sumber daya alam mentah secara berlebihan, kebijakan ini juga akan melindungi bangsa Indonesia dari penjajahan di bidang ekonomi.

  1. Pemberlakuan kebijakan-kebijakan terkait penanaman modal

Kebijakan terkait penanaman modal juga harus mendukung perekonomian yang bertujuan mensejahterakan rakyat sendiri. Di sini peran Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sangat penting. Misalnya dengan memberikan syarat secara kumulatif kepada calon investor bahwa investasi boleh dilakukan di Indonesia jika:

  1. Menggunakan minimal 70% bahan mentah/bahan baku dari Indonesia,
  2. Menggunakan tenaga kerja dari Indonesia tidak hanya untuk tenaga kasar, tetapi juga tenaga di bidang manajemen, dan
  3. Jika produknya akan dipasarkan di Indonesia harus dengan harga yang lebih murah dibanding pasarannya di luar negeri.

Kebijakan di atas bisa diambil dengan memberikan kebijakan yang bersifat insentif, misalnya insentif di bidang perpajakan, sehingga pemilik modal tidak merasa terberati.

  1. Penggalakan perekonomian rakyat

Perekonomian rakyat atau biasa kita kenal sebagai UKM harus terus digalakkan. Tidak hanya secara kuantitas, tetapi juga harus ditingkatkan secara kualitas. Pemberian fasilitas dan insentif tertentu (misalnya di bidang pinjaman modal dan insentif perpajakan) harus terus diberikan dan ditingkatkan. Karena biasanya perekonomian rakyat bersifat padat karya, sehingga selain menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak juga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tenaga kerja tersebut.

  1. Pembatasan dalam impor barang dari luar negeri juga bisa dilakukan oleh Pemerintah, terutama untuk membatasi masuknya barang-barang dari luar negeri yang sebenarnya bisa kita produksi sendiri.
  2. Menanamkan kesadaran dalam diri sendiri, keluarga, dan lingkungan kita bahwa kecintaan terhadap produk lokal itu penting. Kecintaan terhadap produk sendiri akan menimbulkan kebanggaan, sehingga semangat nasionalisme dalam bidang ekonomi akan terus terjaga. Yang terjadi sekarang adalah sebaliknya, kita justru bangga saat menggunakan produk dari luar negeri, meskipun sebenarnya kita ketahui bahwa produk tersebut menggunakan bahan mentah/bahan baku dari Indonesia.

Pada akhirnya keputusan memerdekakan Indonesia secara ekonomi ada di tangan kita, bangsa Indonesia. Apakah akan terus mengurung diri dalam penjara penjajahan bangsa lain atau akan membongkar semua kerangkeng penjajahan tersebut. Sehingga Indonesia benar-benar telah merdeka sejak 69 tahun yang lalu, bukan baru merdeka sebanyak 69 persen. Semoga!

 

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.