Celotehan Pagi (13)

Kata Commuter (Eng) merupakan kata benda yang berarti orang yang pulang pergi setiap hari untuk bekerja. Sedangkan kata komuter dalam bahasa kita diartikan sebagai ulang alik, pesawat jet berkecepatan tinggi, (entah) serapan (entah bukan) yang menurut saya tidak terlalu pas. Kata Commuter kemudian dipergunakan oleh perusahaan plat merah, PT Commuter Line Jabodetabek untuk menamai perusahaannya sendiri, maupun keretanya. Ya, orang Jakarta pasti tidak lagi asing dengan istilah Commuter Line.

Saya pernah baca di suatu tempat, Commuter Line (CL) setiap harinya mengangkut hingga 1.2 juta orang, mengantarkan mereka dari tempat asal ke tempat bekerjanya, dan mengantarkan mereka pulang. Dengan angka yang begitu besarnya bisa dibayangkan manfaat yang diberikan oleh CL ini bagi warga Jakarta. Pada jam-jam sibuknya, terutama pada jam berangkat dan pulang kerja, CL seperti karung yang dijejalkan kedalamnya manusia. Bahkan kadang penjejalan tersebut sangat tidak manusiawi. Hal yang biasa berdesak-desakan, berdempet-dempetan bahkan badan kita harus digesek dan tergesek oleh badan orang lain. Karena yang dipikiran kita hanya satu, harus segera sampai di tempat kerja.

Saya pernah naik CL pagi hari di jam berangkat kantor, dan bisa saya katakan bahwa saat itu tingkat manusiawi kita berkurang sampai minus. Semua mementingkan diri sendiri. Seorang ibu yang membawa bayi pun harus berteriak-teriak sambil menangis karena anaknya tergencet, ironis. Mungkin si ibu itu tidak tahu bagaimana kondisi CL saat pagi hari, atau si ibu itu tahu, namun karena ada kepentingan mendesak, sehingga terpaksa naik CL meskipun kondisinya sangat tidak manusiawi.

Melihat manfaat yang diberikan, seharusnya pihak manajemen CL maupun pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih. Bukan hanya mengenai pelayanan yang diberikan, tetapi juga mengenai armada dan jadwal  yang lebih banyak dari sekarang. Ketersediaan armada dan jadwal tentu saja hanya dapat dipenuhi dengan menyediakan kereta yang lebih banyak. Caranya? terserah dengan cara apa. Kesulitannya tentu saja karena PT KAI selaku induk dari CL adalah perusahaan BUMN, meski memiliki monopoli dalam penyediaan jasa perkereta apian, tentu saja biaya mungkin menjadi kendala utama.

Tugas pemerintah lah selaku pemegang saham di sini. Bukan hanya memutuskan, tetapi juga membantu mencarikan dana bagi pengadaan kereta, agar jumlahnya lebih banyak, sehingga jadwal menjadi semakin banyak dan para commuter tidak lagi berdesak-desakan. Memang keputusan yang dilematis, karena kadang keputusan apapun (di negara ini) pada level petinggi menjadi sangat politis. Maka isu yang beredar bukan hanya ketersediaan kereta dan manfaatnya, tetapi menjadi isu politis, yang kadang sarat dan rentan permainan, salah satunya adalah permainan uang atau korupsi.

Di masa sekarang, angka 1.2 juta orang adalah angka yang relatif besar dalam kontes perpolitikan. Apa calon-calon presiden itu tidak punya ide untuk menyumbangkan sekitar 10-20 gerbong kereta, sehingga menambah jumlah armada. Boleh lah di gerbong sumbangan mereka dipasang wajah mereka, sebagai media kampanye. Selain manfaatnya lebih nyata, juga bisa menjadi media kampanye yang efektif (menurut saya).

Bagaimanapun juga saya melihat perubahan-perubahan yang dilakukan CL sudah sangat baik, perubahan sistem tiket dari tiket manual ke tiket elektronik, melarang pedagang berjualan di stasiun, menambah lahan parkir di sekitar stasiun, dan perubahan lainnya. Dan menurut saya sebagai pengamat awam, perubahan tersebut akan lebih sempurna jika jumlah armada dilipatkan sampai 3x.

————————————————–

Bintaro, 6 Mei 2014

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.