RM Sunda Favorit

Baru-baru ini saya baru sadar bahwa di dekat tempat saya tinggal, telah dibuka rumah makan sunda, namanya Saung Kabita. Tidak terlalu jauh, hanya 8 menit dari tempat saya tinggal sekarang. Karena baru buka, rumah makan tersebut memasang spanduk besar bertuliskan ‘Diskon 20% Selama Masa Promo’. Saya yang terlanjur jatuh cinta pada masakan sunda, merasa harus mencicipi masakan (baca: diskon) di rumah makan ini.

Sejak (terpaksa harus) tinggal di Bandung untuk beberapa waktu, saya jadi menggemari masakan khas sunda. Dua tahun di Bandung rasanya cukup membuat lidah saya sepakat bahwa masakan sunda merupakan makanan enak yang harus dilestarikan, hihi. Yang paling khas dari masakan khas sunda tentu saja sambal dan lalapannya. Ada dua rumah makan sunda favorit saya di Bandung, apalagi kalau bukan RM Ampera dan RM Laksana.

Kalau saya perhatikan sih, mungkin dua rumah makan ini dulunya satu. Terus karena masalah, mereka pecah menjadi dua. Yang satu tetap menggunakan nama aslinya (Ampera) dan yang lain menggunakan nama Laksana (cerita ini asli mengada-ada). Kenapa saya bisa berpikiran begitu? Soalnya masakannya sama. Sama banget. Favorit saya kalau makan di dua tempat ini adalah limpa sapi yang digoreng, sayur asem, pepes jamur, tahu goreng, ikan bakar, dan lalapan. Lalu apa yang membedakan keduanya? SAMBALNYA. Meski sama-sama enak, tapi sambalnya berbeda. Tidak ada yang lebih enak, karena menurut saya dua-duanya sama-sama enak. Biasanya mereka menyediakan dua jenis sambal, sambal yang mateng dan mentah. Sambal yang mateng biasanya berwarna merah, karena terasi. Dan rasanya, enak!

Dulu jaman kantor saya masih di Bandung, ibu-ibu sering patungan membawa makanan dari rumah, kemudian dikumpulkan, dan kita makan siang bersama di kantor. FYI, kegiatan ini dalam bahasa sunda disebut sebagai botram. Nah, khusus untuk acara botram ini, biasanya ibu-ibu akan membeli sambal, yang dibeli di salah satu rumah makan tersebut. Maknyus. Gara-gara itulah saya jatuh cinta pada masakan sunda. Big thanks saya berikan kepada ibu-ibu kantor tempat saya bekerja, selain saya bisa makan siang gratis, juga enakkk.

Selain sambal, sayur asem biasanya menjadi tujuan utama saya makan di rumah makan sunda tersebut. Saya suka sayur asemnya karena banyak kacang. Kacang kulit yang telah dikupas, dimasukkan ke sayur asem saat sayur asemnya sudah mateng, sehingga kacang tersebut masih agak mentah saat di makan, menimbulkan suara kres-kres saat dimakan. Ibu saya paling tau kalau saya paling suka sayur asem kalau sudah ada kacang kulit tersebut. Makin lengkap.

Ampera_menu ampera

gambar dari google

Sejak saat itu saya menasbihkan diri untuk jatuh cinta pada masakan sunda, terutama sambal dan sayur asemnya. Lalapan sendiri saya anggap sebagai hiburan, terutama timun dan daun pokpohan nya yang rasanya mint. Akibatnya, saya kadang kangen banget dengan masakan sunda. Tau sendiri kan, kalau di  Jakarta ini susah banget menemukan rumah makan sunda, jangankan yang murah, yang mahal aja susah ditemui, haha. Ada RM Ampera, tetapi saya harus jauh-jauh ke Bendungan Hilir sana. Dari Bintaro ke Bendungan Hilir sekitar 17-18 km. Pulang dari sana saya sudah lapar lagi T,T.

Makanya saya seneng banget waktu melihat ada Saung Kabita itu di dekat tempat saya tinggal. Semoga bertahan lama, karena di tempat yang sekarang dipakai oleh Saung Kabita ini, saya lihat berganti-ganti terus. Dari roti bakar, bebek goreng, sampai sekarang masakan sunda. Semoga khusus masakan sunda ini bertahan lama. Memang ada tempat makan masakan sunda yang lain, antara lain Telaga Sampireun yang terletak di dekat pintu tol, tapi mahal bo’.

Kesan saya mendatangi Saung Kabita ini, sepi. Karena memang tidak ada pengunjung sama sekali. Saya datang sekitar jam 11.45 siang, mungkin belum waktunya makan siang. Saya disuguhi dua buah menu, selembar menu pertama adalah daftar menu paket, dari paket A-D dengan harga berkisar di antara 17.000 – 25.000 rupiah per paket, belum termasuk minum. Menu kedua merupakan menu satuan. Saya, karena sedang tanggal tua, saya pilih menu paket, dengan tambahan beberapa menu satuan, dan es teh manis untuk minum.

Saya kecewa karena Saung Kabita tidak menyediakan limpa, makanan favorit saya. Bayangan saya sih, rumah makan ini dibuat ala-ala Ampera atau Laksana gitu, dimana kita memilih sendiri makanan yang akan kita makan, biasanya mentah atau setengah mentah. Kemudian oleh petugas akan dimasak sesuai keinginan, lalu bayar, baru makan. Nah di sini enggak, karena konsepnya rumah makan biasa, jadi kita disuguhin menu, memilih menu, lalu makanan akan datang.

Meski tidak ada limpa, tidak membuat saya mundur. Saya memilih menu berisi ayam goreng, sayur asem, lalapan, dan tambahan babat goreng dari menu satuan. Sayur asemnya lumayan, enak, karena kacangnya banyak. Ayam gorengnya pun disajikan fresh, baru diangkat dari wajan, sehingga enak, segar dan renyah. Sambalnya? hehe, yang ini saya agak kecewa, karena sambalnya bukan sambal terasi, melainkan sambal bawang biasa.

Dengan harga yang tidak terlalu mahal, ditambah diskon 20%, membuat saya makin senang, hihi. Semoga Saung Kabita bisa bertahan lama, mengobati rasa kangen saya pada masakan sunda dengan harga murah meriah. Amin.

Advertisement

3 Comments

  1. cukup informatif..
    sebagai urang sunda asli, bisa dibilang bangga masakan sunda ditasbihkan untuk dicintai dan dilestarikan 😀
    favorit saya mah sayur lodeh nash (tp ga tau itu asli sunda ato bukan.. LOL)
    trus pepes2n sama gurameh bakar juga suka sekali. udah nyoba lalapan tespong? lobak putih? daun mangga dan daun mete? patut dicoba tuh..

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.