Uang Penyebab Inflasi: Teori Jumlah Uang Yang Beredar

PERNAH bertanya-tanya mengapa harga segelas kopi di kompleks masyarakat kaya lebih mahal daripada harga segelas kopi yang sama di kompleks masyarakat yang tidak terlalu kaya? Harga segelas kopi di kompleks masyarakat kaya mungkin bisa di-charge sampai dengan Rp30.000,- atau bahkan lebih, sementara harga segelas kopi yang sama di kompleks orang yang tidak terlalu kaya hanya dihargai  Rp3.000,- atau bahkan mungkin kurang. Jawabannya cukup sederhana, karena masyarakat di kompleks yang kaya memiliki uang lebih banyak dibandingkan masyarakat di kompleks yang tidak terlalu kaya.

Apabila kita melipatgandakan jumlah uang yang dimiliki oleh suatu masyarakat, maka wajar apabila masyarakat akan mempergunakan kenaikan jumlah uang tersebut untuk membeli/memanfaatkan barang dan jasa. Permasalahannya adalah, barang dan jasa selalu tersedia dalam jumlah yang terbatas. Sehingga akan ada terlalu banyak uang yang akan membeli barang yang terbatas/sedikit, sehingga harga-harga akan mengalami kenaikan.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jumlah yang yang beredar dengan harga barang secara umum. Teori jumlah uang yang beredar/The Quantity Theory of Money mengatakan bahwa peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan nilai transaksi (baik pendapatan maupun pengeluaran). Dalam teori yang lebih ekstrim dinyatakan bahwa peningkatan jumlah uang yang beredar akan menaikkan harga-harga, meski tidak secara nyata.

inflasi

Nilai Uang

Nilai uang merupakan daya beli/kemampuan uang untuk ditukarkan dengan barang dan/atau jasa. Kita mengenal tiga jenis nilai uang, yaitu nilai nominal, nilai intrinsik dan nilai riil. Nilai nominal merupakan nilai yang tertera pada mata uang, sedangkan nilai intrinsik merupakan nilai bahan yang digunakan untuk memproduksi mata uang tersebut, sementara nilai riil merupakan nilai dari barang/jasa yang dapat ditukar dengan mata uang tersebut. Sebagai contoh, uang kertas Rp50.000,- nilai nominalnya sebesar nilai yang tertulis dalam lembaran uang tersebut, yaitu Rp50.000,- sementara jika selembar uang Rp50.000,- tersebut dicetak dengan bahan dan biaya sebesar Rp10.000,- maka nilai intrinsik uang tersebut adalah Rp10.000,- Di sisi lain jika uang Rp50.000,- tersebut dapat dipakai untuk membeli 5 mangkok baso yang setara dengan Rp50.000,- maka nilai riil mata uang tersebut adalah sama dengan nilai nominalnya, yaitu sebesar Rp50.000,-

Perubahan Nilai Uang dan Inflasi

Dulu, jaman saya kecil, es krim yang saya makan dapat saya beli dengan uang Rp500,- Sekarang es krim yang sama harus saya bayar dengan uang sebesar Rp5.000,-. Apa yang terjadi? Mengapa saya mau mengeluarkan uang 10x lipat dari uang yang saya keluarkan zaman dulu kala untuk sebuah es krim yang sama? Apakah es krim yang saya makan sekarang lebih berharga dari pada es krim zaman dulu? Mungkin saja beberapa ahli telah menemukan es krim dengan tingkat kenikmatan tertinggi? Atau sebenarnya nilai dan rasa es krim tidak mengalami perubahan, namun uang itu sendiri yang menjadi tidak terlalu bernilai. Uang Rp500,- zaman dulu ternyata memiliki nilai riil yang sama dengan uang Rp5.000,- jaman sekarang, yaitu seharga es krim. Fenomena inilah yang kita kenal sebagai inflasi. Milton Friedman menyatakan bahwa inflation is always and everywhere a monetary phenomenon. Inflasi terjadi bukan pada nilai nominal uang, tetapi nilai riil uang seperti ilustrasi es krim di atas

Kita telah membahas mengenai inflasi dan jumlah uang yang beredar di atas. Apa yang menentukan nilai uang? Yang menentukan nilai uang adalah sama seperti halnya penyebab nilai barang atau jasa: penawaran dan permintaan. Penawaran dan permintaan terhadap uang akan menentukan nilai uang. Permintaan terhadap uang mencerminkan seberapa besar kekayaan yang ingin disimpan oleh masyarakat dalam bentuk uang. Banyak hal yang mempengaruhi permintaan nilai uang, misalnya tergantung kepada pentingnya kartu kredit bagi masyarakat, dan apakah ATM mudah ditemukan atau tidak, dan tentu saja jumlah suku bunga yang dapat diperoleh masyarakat dengan menggunakan uangnya untuk membeli surat-surat berharga daripada menyimpan uang tunai.

Meskipun banyak hal yang mempengaruhi permintaan uang, variabel yang paling penting adalah harga-harga barang/jasa rata-rata dalam perekonomian. Seberapa banyak uang yang ingin disimpan oleh masyarakat bergantung kepada harga-harga barang dan jasa. Semakin tinggi harga barang dan jasa, semakin banyak uang yang dibutuhkan masyarakat, dan sebaliknya. Fisher merumuskan bahwa MV = PT, dimana P menunjukkan harga rata-rata barang/jasa yang beredar di masyarakat, T merupakan jumlah transaksi yang terjadi dalam setahun, M merupakan jumlah uang yang diminta oleh masyarakat, dan V menunjukkan velocity atau percepatan perputaran uang yang beredar di masyarakat.

Inflasi dan Kenaikan PTKP

Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menyebabkan jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong menjadi lebih sedikit, sedikit banyak juga memberikan sumbangsih terhadap inflasi.  Kebijakan menaikkan PTKP menyebabkan jumlah uang yang dibawa oleh karyawan ke rumah (masyarakat) menjadi lebih banyak, akibatnya jumlah uang yang beredar juga menjadi lebih banyak sehingga sangat membuka peluang terjadinya inflasi, meskipun potensinya tidak besar. Seperti fitrahnya, semakin banyak uang yang beredar, masyarakat akan menggunakan uang tersebut untuk membeli barang atau jasa, artinya meningkatkan nilai transaksi. Dalam kasus kebijakan ini, meskipun pemerintah kehilangan potensi dari PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong, namun pemerintah akan mendapatkan gantinya dari PPN yang dibayar oleh masyarakat melalui pembelian barang/jasa. Dalam hal ini saya sampaikan bahwa inflasi tidak selamanya buruk 🙂

Referensi:

  • The Economics Book
  • Principle of Economy, N. Gregory Mankew

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.