Memahami Aspek Perpajakan Pada Industri Perhotelan

Gambar dari sini

Tulisan ini telah dimuat pada Majalah Indonesian Tax Review Volume VIII/Edisi 12/2015

Banyak Wajib Pajak yang bergerak di bidang industri perhotelan merasa kebingungan mengenai ketentuan perpajakan yang berlaku pada industri perhotelan. Apa benar terjadi overlapping (tumpang tindih) ketentuan antara pajak daerah dan pajak pusat?

Mengapa usaha perhotelan harus disebut sebagai industri? Padahal jenis usaha ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan usaha industri pada umumnya (misalnya industri manufaktur)? Oxford Dictionary mengartikan industry salah satunya sebagai a commercial activity that provides services, oleh karena itu usaha perhotelan maupun perbankan bisa juga disebut sebagai suatu industri meskipun hanya memproduksi jasa.

Dengan semakin dibukanya usaha-usaha pariwisata dan semakin terbukanya aktivitas ekonomi maupun kerjasama antardaerah maupun antarnegara, industri perhotelan juga ikut berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya kunjungan wisatawan, baik wisata mancanegara maupun domestik dari tahun ke tahun. Saat ini hampir setiap tempat di Indonesia memiliki hotel dengan jenis yang beragam. Semakin beragam jenis hotelnya, semakin beragam pula jenis layanan yang diberikan.

Lalu apa saja sebenarnya aspek perpajakan bagi industri perhotelan? Apakah memang benar terjadi pengenaan pajak yang berganda terhadap industri perhotelan? Tulisan ini akan membahas tuntas mengenai aspek perpajakan pada industri perhotelan.

Gambaran Umum Industri Perhotelan

Hotel merupakan sebuah bangunan yang dikelola secara komersial dengan memberikan fasilitas penginapan untuk umum dengan pelayanan berupa pelayanan kamar, pelayanan makan dan minum, pelayanan barang bawaan, pencucian pakaian, dan pengguna dapat mempergunakan fasilitas/perabotan dan menikmati fasilitas yang ada di dalamnya. Hotel juga seringkali menyediakan fasilitas penunjang seperti fasilitas olahraga, business center, kolam renang, live music, toko obat, ATM, diskotik, tempat pemijatan sehat, dll. Hotel memberikan layanan yang bersifat nyata (tangible) misalnya layanan kamar, makanan dan minuman, kolam renang, dsb; juga layanan yang bersifat tidak nyata (intangible) misalnya keramahtamahan, kenyamanan, keindahan, keamanan, dsb.

Hotel dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis sesuai dengan kategorinya. Misalnya berdasarkan faktor tingkatan/bintang-nya, hotel diklasifikasikan sebagai hotel melati, bintang satu, bintang dua, bintang tiga, dst. Sedangkan berdasarkan faktor penerapan tarif/harga kamar hotel dapat diklasifikasikan menjadi European plan, Continental plan, maupun American plan; dan beberapa jenis klasifikasi lainnya.

Business Process Industri Perhotelan

Berdasarkan pengertian industri perhotelan di atas, produk utama industri perhotelan adalah jasa. Dalam menjalankan usahanya industri perhotelan terbagi menjadi dua aktivitas besar, yaitu aktivitas utama dan aktivitas pendukung. Aktivitas utama hotel dijalankan oleh bagian front office, tata graha, tata boga, tata hidangan dan minor operating. Sedangkan aktivitas pendukung hotel dijalankan oleh bagian back office yang meliputi pemasaran, akunting, teknik dan pemeliharaan, personalia dan keamanan.

Tamu hotel yang datang untuk menginap harus check in terlebih dahulu di front office (recepcionist) untuk menentukan jenis kamar dan ketersediaannya, registrasi dan sekaligus pengisian guest card. Bagian Tata Graha (housekeeping) akan menyiapkan kamar agar bisa dipergunakan oleh tamu. Proses penyiapan kamar ini dilakukan oleh floor station yang disuplai perlengkapan kamar oleh housekeeping store dan linen bersih oleh linen room yang juga disuplai linen bersih oleh bagian laundry.

Saat tamu akan memesan makanan dan minuman di hotel, bagian Tata Hidangan akan menyiapkan menu dan mencatat pesanan tamu. Selanjutnya bagian dapur akan membuatkan makanan dan minuman tersebut agar siap disantap oleh tamu. Begitu juga dengan jasa-jasa yang lain, dilakukan oleh fungsi utama dan fungsi pendukung hotel. Semua jasa yang dipergunakan oleh tamu akan ditagih di bagian kasir (yang biasanya menjadi satu dengan bagian recepcionist) pada saat tamu akan melakukan check out.

Akuntansi Industri Perhotelan

Akuntansi perhotelan merupakan akuntansi departemental. Artinya setiap departemen hotel menyiapkan laporan keuangan sesuai dengan ciri departemen dan pekerjaan yang dilakukannya. Misalnya departemen kamar hanya melaporkan pendapatan kamar dan biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pendapatan tersebut. Sistem akuntansi perhotelan mengutamakan pentingnya sistem kontrol. Oleh karena itu biasanya hotel memiliki 5 jenis buku memorial yaitu buku penerimaan kas, buku penarikan cek, buku utang/biaya, buku pendapatan, dan buku diskon. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh hotel meliputi laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

Jenis penghasilan dan beban yang biasanya terdapat pada laporan laba rugi hotel meliputi:

Akun Uraian Sumber
Penjualan

Akun ini menjelaskan tentang jumlah penjualan atas jasa dan/atau produk yang ditawarkan oleh hotel selama periode tertentu.

Jasa kamar, jasa penyediaan makanan dan minuman, jasa laundry, jasa komunikasi, dll yang sejenis.

Pendapatan uang servis/service charge

Pendapatan ini sebenarnya bukan pendapatan hotel, karena pendapatan atas uang servis akan diberikan kepada karyawan

Uang tip, service charge, dll yang sejenis.

Harga Pokok dan Biaya operasi departemental

Akun ini menjelaskan mengenai jumlah harga pokok dan biaya-biaya operasional yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan pendapatan setiap periodenya

Biaya gaji, upah, bahan habis pakai pada departemen yang bersangkutan

Laba departemental Adalah selisih antara seluruh penjualan dengan harga pokok dan biaya-biaya operasional suatu departemen.
Biaya-biaya operasional yang tidak terdistribusikan

Akun ini merupakan akun khusus untuk menampung biaya-biaya yang tidak dapat didistribusi ke departemen-departemen di hotel.

Biaya operasional yang terdapat pada departemen administrasi dan umum, departemen pengolahan data, dan departemen personalia

Biaya tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh aktivitas hotel

Biaya manajemen, sewa, asuransi, bunga, depresiasi, dan amortisasi

Pajak Penghasilan

Menjelaskan jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh hotel

Laba bersih

Merupakan laba bersih operasional selama suatu periode tertentu.

Aspek Perpajakan

Berbicara mengenai aspek perpajakan pada industri perhotelan, mau tidak mau kita harus membicarakan mengenai pajak daerah dan pajak pusat, mengingat baik pajak daerah maupun pajak pusat berkepentingan dengan jenis usaha ini.

Pajak Daerah

Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Dimana hotel didefinisikan sebagai fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Pajak hotel merupakan jenis pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Dalam pengertian ini hotel memiliki perluasan makna, tidak hanya dilihat dari izin usaha yang dimiliki, tetapi juga dilihat dari jenis usaha yang dilakukan pada kenyataannya, misalnya Wajib Pajak yang memiliki rumah kos lebih dari 10 (sepuluh) kamar adalah pengusaha hotel.

Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan. Jasa penunjang yang dimaksud meliputi fasilitas telepon, faksimil, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel. Tidak termasuk dalam objek pajak hotel diantaranya:

  1. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah
  2. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya
  3. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan
  4. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis
  5. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Sedangkan Wajib Pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayarkan kepada hotel dengan tarif ditentukan paling tinggi sebesar 10%. Pengenaan tarif ini diatur dengan Peraturan Daerah.

Jika dikaitkan dengan PPN, Pajak Hotel ini merupakan pajak atas konsumsi yang sejenis dengan PPN. Dimana yang menjadi subjek pajak (yang menanggung beban pajak) adalah konsumen/tamu yang memanfaatkan jasa hotel. Contoh:

Tuan Addin menginap di Hotel ABC selama 2 malam bersama keluarga. Pada saat check out dan harus membayar di kasir, biaya yang harus dibayar oleh Tuan Addin adalah sebagai berikut:

No Uraian Jumlah Service Charge (7%) Total
1 Room Charge type Deluxe

2 malam @Rp1.000.000,-

Rp2.000.000,-

Rp140.000,-

Rp2.140.000,-

2 Tagihan restoran Nyunda

Rp875.000,-

Rp61.250,-

Rp936.250,-

3 Tagihan pusat kebugaran

Rp300.000,-

Rp21.000,-

Rp321.000,-

4 Tagihan karaoke keluarga

Rp400.000,-

Rp28.000,-

Rp428.000,-

5 Tagihan laundry

Rp200.000,-

Rp14.000,-

Rp214.000,-

6 Jumlah

Rp3.775.000,-

Rp264.250,-

Rp4.039.250,-

7 Pajak Hotel 10%

Rp403.925,-

8 Jumlah yang harus dibayar

Rp4.443.175,-

Berdasarkan contoh di atas, maka:

  1. yang menjadi objek pajak adalah seluruh jasa/produk yang diberikan oleh hotel
  2. yang menjadi subjek pajak adalah Tuan Addin selaku tamu hotel yang memanfaatkan jasa hotel
  3. yang menjadi Wajib Pajak adalah Hotel ABC. Hotel ABC harus menyetorkan uang pajak hotel sejumlah Rp403.925,- ke Kas Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pajak Pusat: PPN

Pasal 4A Undang-undang nomor 42 tahun 2009 diantaranya menyebutkan:

(2) Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering

(3) Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
l. jasa perhotelan

Makanan dan minuman yang disajikan di restoran, hotel, dst tidak dikenai PPN dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda karena sudah dikenai pajak daerah. Sedangkan jenis jasa perhotelan yang tidak dikenai PPN meliputi:

  1. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hotel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap dan
  2. jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hotel.

Belum lama ini Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan nomor 43/PMK.010/2015 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Perhotelan yang Tidak Dikenai PPN. Lebih lanjut Peraturan Menteri tersebut mengatur:

  1. yang dimaksud dengan tambahan jasa penyewaan kamar meliputi fasilitas penunjang yang terkait secara langsung dengan jasa penyewaan kamar, antara lain pelayanan kamar (room service), air conditioning, binatu (laundry and dry cleaning), kasur tambahan (extra bed), furniture dan perlengkapan tetap (fixture), telepon, brankas (safety box), internet, televisi satelit/kabel, dan minibar.
  2. yang dimaksud dengan fasilitas yang terkait dengan dengan kegiatan perhotelan untuk tamu menginap adalah fasilitas yang terkait secara langsung dengan kegiatan jasa penyewaan kamar dan semata-mata diperuntukkan bagi tamu yang menginap, antara lain fasilitas olah raga dan hiburan, fotokopi, teleks, faksimil, dan transportasi hotel (kendaraan antar-jemput) yang semata-mata untuk tamu yang menginap.
  3. Tidak termasuk kelompok jasa perhotelan yang tidak dikenai PPN antara lain:
  • jasa penyewaan ruangan untuk selain kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel antara lain penyewaan ruangan untuk ATM, kantor, perbankan, restoran, tempat hiburan, karaoke, apotek, toko retail, dan klinik
  • jasa penyewaan unit dan/atau ruangan, termasuk tambahannya, di apartemen, kondominium, dan sejenisnya, serta fasilitas penunjang terkait lainnya
  • jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh pengelola jasa perhotelan
  1. pengecualian jasa penyewaan unit dan/atau ruangan termasuk tambahannya di apartemen, kondominium, dan sejenisnya serta fasilitas penunjang terkait lainnya dari kelompok jasa perhotelan yang tidak dikenai PPN didasarkan atas izin usahanya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa tidak semua jasa perhotelan tidak dikenai PPN, artinya ada yang dikenai PPN dan ada yang tidak. Berikut disajikan dalam matriks:

No Produk/Jasa Objek PPN/Bukan Objek PPN
1 Jasa penyewaan kamar Bukan objek PPN
2 Tambahan jasa penyewaan kamar, meliputi:

a.     pelayanan kamar

b.     air conditioning

c.     binatu (laundry and dry cleaning)

d.     kasur tambahan (extrabed)

e.     furnitur dan perlengkapan tetap (fixture)

f.      telepon

g.     brankas (safety box)

h.     internet

i.      televisi satelit/kabel

j.      minibar

Bukan Objek PPN
3 Fasilitas terkait kegiatan perhotelan untuk tamu, meliputi:

a.     fasilitas olah raga dan hiburan

b.     fotokopi

c.     teleks

d.     faksimil

e.     transportasi hotel (kendaraan antar-jemput) yang semata-mata untuk tamu yang menginap

Bukan Objek PPN
4 Makanan dan minuman yang disajikan di hotel Bukan Objek PPN
5 Penyewaan ruangan untuk ATM, kantor, perbankan, restoran, tempat hiburan, karaoke, apotek, toko retail, dan klinik Objek PPN
6 Jasa penyewaan unit dan/atau ruangan termasuk tambahannya di apartemen, kondominium, dan sejenisnya, serta fasilitas penunjang terkait Objek PPN
7 Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh pengelola jasa perhotelan Objek PPN

            Dengan demikian, apakah pengusaha hotel harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau tidak, harus ditentukan terlebih dahulu:

  • apakah menyerahkan jasa yang terutang PPN atau tidak;
  • apakah memenuhi syarat sebagai pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 197/PMK.03/2013 atau tidak.

Dalam hal pengusaha hotel menyerahkan jasa yang terutang PPN (menjadi objek PPN) dan peredaran usaha dari penyerahan jasa tersebut sudah melebihi Rp4,8 miliar maka pengusaha hotel tersebut harus meminta kepada KPP untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Contoh:

PT XYZ adalah pengelola hotel bintang lima, Vacancy Hotel, yang berdiri megah di kawasan bilangan Sudirman, Jakarta Pusat. Selama tahun 2014, penghasilan Vacancy Hotel adalah sebagai berikut:

  1. Penghasilan dari penyewaan kamar hotel                          Rp1.900.000.000.000,-
  2. Penghasilan dari penjualan makanan dan minuman          Rp    200.000.000.000,-
  3. Penghasilan dari jasa tambahan hotel                                Rp    750.000.000000,-
  4. Penghasilan dari sewa ruangan untuk ATM, kantor, dll      Rp        6.000.000.000,-
  5. Penghasilan service charge                                                 Rp      41.000.000.000,-
  6. Penghasilan bunga                                                              Rp           100.000.000,-
  7. Penghasilan lain-lain                                                            Rp             50.000.000,-

Jumlah seluruh Penghasilan                                                          Rp2.900.000.000.000,-

Berdasarkan penghasilan-penghasilan di atas, PT XYZ harus mendaftarkan diri ke KPP untuk dikukuhkan sebagai PKP karena melakukan penyerahan yang dikenai PPN berupa sewa ruangan untuk ATM, kantor dll, dan peredaran brutonya sudah melebihi Rp4,8 miliar.

Pajak Daerah Atau PPN?

Agar tidak membingungkan antara Pajak Daerah dan PPN, berikut disajikan persandingan keduanya dalam matriks berikut ini:

No Uraian Pajak Daerah PPN
1 Pengertian hotel Ada Tidak ada
2 Ruang lingkup hotel

Hotel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, rumah kos lebih dari 10 kamar

Hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel

3 Mekanisme pengenaan Pemungutan Pemungutan
4 Basis pajak Konsumsi jasa Konsumsi jasa
5 Penanggung pajak Tamu Tamu
6 Tariff Maksimal 10% 10%
7 Tidak termasuk objek

1.     jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan pemerintah/pemda

2.     jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya

3.     jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan

4.     jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis,

5.     jasa biro perjalanan atau wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum

Apabila kita perhatikan matriks tersebut, ruang lingkup hotel yang didefinisikan oleh UU Pajak Daerah berbeda dengan ruang lingkup yang didefinisikan oleh UU PPN. Sehingga seolah-olah akan terjadi overlapping pengenaan pajak terhadap beberrapa pihak, yaitu:

Jenis Usaha Pajak Daerah PPN
Gubuk Pariwisata Ya Ya
Wisma Pariwisata Ya Ya
Pesanggrahan Ya Ya
Rumah kos lebih dari 10 kamar Ya Ya

Dengan kata lain pemilik gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan dan rumah kos lebih dari 10 kamar selain harus memungut pajak daerah, juga harus memungut PPN. Apa benar demikian? Jawabannya terletak pada izin usaha yang dimiliki para Wajib Pajak tersebut. Apabila izin usaha yang dimiliki adalah untuk usaha perhotelan, maka tetap tidak akan dikenai PPN. Sedangkan apabila izin usahanya tidak terkait dengan usaha perhotelan, meskipun usahanya gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, dan rumah kos yang lebih dari 10 kamar, selain memungut pajak daerah, juga harus memungut PPN. Solusinya bagaimana agar tidak dikenai dua jenis pajak tersebut? Silakan perbaharui/lakukan perubahan izin usahanya ke pihak yang terkait.

Pajak Pusat: PPh

Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) tetap akan dikenakan kepada pengusaha hotel, tanpa melihat pengusaha hotel sudah menjadi Wajib Pajak Daerah atau belum. Hal ini dikarenakan yang menjadi objek PPh adalah Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dikonsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan yang diterima oleh hotel yang menjadi objek PPh diantaranya:

  1. Pendapatan Usaha
  • penghasilan dari penyewaan kamar
  • penghasilan dari tambahan jasa penyewaan kamar
  • penghasilan dari penyediaan makanan dan minuman
  • penghasilan dari fasilitas terkait kegiatan perhotelan untuk tamu.
  1. Pendapatan di luar usaha
  • penghasilan dari penyewaan ruangan untuk ATM, kantor, perbankan, restoran, tempat hiburan, karaoke, apotek, toko retail, dan klinik
  • penghasilan dari penyewaan unit dan/atau ruangan termasuk tambahannya di apartemen, kondominium, dan sejenisny, serta fasilitas penunjang terkait
  • penghasilan dari biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh pengelola jasa perhotelan
  • penghasilan dari jasa perbankan, misalnya penghasilan bunga
  • laba penjualan asset tetap
  • pendapatan jasa perparkiran
  • pendapatan service apartemen
  • pendapatan lainnya

tidak termasuk penghasilan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh, sedangkan penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan dikenai PPh bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh.

Aspek perpajakan pada setiap tahapan kegiatan hotel digambarkan dalam matriks berikut ini:

No Tahapan Kegiatan Uraian Aspek Perpajakan
1 Pembangunan hotel –       Dibangun sendiri

–       Jasa konstruksi

–     PPN KMS

–     PPh Pasal 4 ayat (2)

2 Penyewaan kamar –       pendapatan usaha

–       service charge

–       PPh Pasal 25/29

–       PPh Pasal 21

3 Penjualan makanan dan minuman –       Pendapatan usaha

–       Service charge

–       PPh Pasal 25/29

–       PPh Pasal 21

4 Persewaan ruangan bangunan untuk ATM, dll –       Pendapatan di luar usaha (final) –       PPh Pasal 4 ayat (2)

–       PPN

5 Pemakaian lapangan golf

–       milik sendiri

–       pihak ke-3

–       Pendapatan luar usaha

–       Komisi

–       PPh Pasal 25/29

–       PPh Pasal 25/29

6 Persewaan mobil Pendapatan di luar usaha PPh Pasal 25/29
7 Pemakaian jasa tenaga ahli untuk konsultan –       WPDN

–       WPLN

–       PPh Pasal 21/23

–       PPh Pasal 26

–       PPN Jasa Luar Negeri

8 Tenaga kerja asing –       SPDN

–       SPLN

–       PPh Pasal 21

–       PPh Pasal 26

9 Pembayaran royalti atas jasa manajemen/pemakaian merk –       SPDN

–       SPLN

–       PPh Pasal 23

–       PPN

–       PPh Pasal 26

–       PPN

10 Jasa perbaikan/renovasi hotel –       Dilakukan sendiri

–       Pihak ke-3

–       PPh Pasal 21/26

–       PPh Pasal 23/26

11 Pembayaran kepada artis untuk acara hotel –       Dilakukan sendiri

–       Pihak ke-3

–       PPh Pasal 21

–       PPh Pasal 23

12 Penjualan melalui toko (toko obat, minimarket) –       Dilakukan sendiri –       PPN
13 Pemakaian pemandu wisata –       PPh Pasal 21`
14 Jasa pengelolaan tempat parkir –       Dikelola sendiri

–       Pihak ke-3

–       PPh Pasal 25/29

–       PPh Pasal 23

Isu Terkini

Beberapa permasalahan yang biasanya dihadapi oleh pengusaha hotel terkait kewajiban perpajakannya diantaranya:

  1. Pengusaha hotel merasa dikenakan pajak secara berganda karena pajak hotel sudah dikenai pajak daerah

Sebenarnya sudah jelas batasan antara pajak daerah dan pajak pusat (PPN). Yang menjadi objek pajak daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 28 tahun 2009 bukan merupakan objek PPN sebagaimana diatur dalam UU No 42 tahun 2009 dan aturan turunannya. Sehingga pengusaha tidak perlu ragu terjadi overlapping (tumpang tindih) peraturan antara pajak daerah dan pajak pusat.

  1. Pengusaha hotel merasa tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena melakukan penyerahan bukan BKP/JKP

Apabila pengusaha hotel melakukan penyerahan BKP/JKP, misalnya penyewaan ruangan untuk drug store, ATM, kantor, perbankan, dll, dan peredaran usaha dari penyerahan BKP/JKP tersebut sudah lebih dari Rp4,8 miliar, maka pengusaha hotel tersebut harus mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP

  1. Bolehkah hotel menggunakan billing yang terpisah untuk pendapatan utama dan bukan pendapatan utama?

Beberapa hotel memisahkan billing untuk pendapatan utama dan pendapatan lain-lainnya. Pendapatan sehubungan dengan penyewaan ruangan hotel menggunakan cash register yang online dengan sistem Pemda, sedangkan untuk pendapatan lainnya hotel menggunakan billing yang berbeda. Memang tidak ada ketentuan yang melarang pemisahan billing tersebut, namun seyogyanya hotel cukup mengunakan 1 jenis billing/pencatatan saja.

  1. Pendapatan atas uang servis/service charge tidak perlu dilaporkan di pembukuan hotel karena pendapatan tersebut pada akhirnya akan dibagikan kepada karyawan.

Pendapatan hotel berupa uang servis/service charge, meskipun pada kenyataannya akan dibagikan kepada karyawan, namun pendapatan tersebut harus dicatat dulu sebagai pendapatan perusahaan. Pendapatan tersebut kemudian akan dibagikan kepada karyawan sebagai beban gaji/honor, sehingga perusahaan harus memotong PPh Pasal 21-nya. Berbeda halnya jika pendapatan tersebut diberikan oleh tamu langsung kepada karyawan sebagai uang tips, maka perusahaan tidak perlu memotong PPh Pasal 21 karena perusahaan tidak mencatat pendapatan/penghasilan tersebut.

  1. Pesanan yang dibatalkan akan dikenakan cancellation fee sejumlah uang muka yang telah dibayar. Uang muka tersebut tidak perlu dicatat sebagai pendapatan perusahaan.

Pesanan yang dibatalkan dan dikenakan cancellation fee sebesar uang muka yang telah dibayarkan harus dicatat perusahaan sebagai pendapatan.

  1. Hotel boleh mengakui HPP atas pemberian cuma-cuma kepada pemegang saham.

Misalnya hotel memberikan layanan kamar secara gratis kepada pemegang saham, tidak ada pengakuan pendapatan. Namun perusahaan tetap membebankan HPP atas pemberian cuma-cuma kepada pemegang saham tersebut dalam laporan keuangan perusahaan.

Pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham tidak boleh dibebankan sebagai biaya sebagaimana diatur dalam UU PPh.

Penutup

Pada dasarnya tidak ada overlapping terhadap pengenaan pajak hotel dan pengenaan PPN-nya. Memang terdapat perbedaan ruang lingkup yang diatur oleh Undang-undang Pajak Daerah dengan ruang lingkup yang diatur pada Undang-undang PPN. Namun perbedaan tersebut akan terjawab dengan izin usaha yang dimiliki Wajib Pajak.

*Penulis juga aktif menulis mengenai perpajakan pada blog pribadinya yang dapat diakses melalui nasikhudinisme.com

24 Comments

  1. Wah ternyata perhitungannya cukup njlimet juga ya. Semuanya kena pajak. Saya pernah menginap di hotel kelas melati, sepertinya mereka tidak melakukan pembukuan serumit itu. Entahlah, saya juga kurang jelas melihatnya.

    Di tahun 2016 ini, apakah ada perubahan untuk kode akun dan pasal pajak untuk usaha perhotelan?

    Like

  2. Mohon penjelasannya, bagaimana implikasi perpajakannya jika di Hotel ada outsourcing untuk jasa fasilitas Valet Hotel dengan pembagian profit sharing. Dimana Perusahaan Outsourcing tsb adalah PKP , hotel dikenakan object PPN, lalu untuk Jasa Managementnya kami memotong PPH 23, kemudian dari revenue yang kita dapatkan kita setorkan juga Pajak Hotel untuk pelayanan Valetnya. Tetap ada overlapping pajak sepertinya ya Pak. Apakah benar seperti itu ? Terima kasih sebelumnya.

    Like

    1. Selamat malam ibu Ninis.
      Pengenaan PPN dan PPh Pasal 23 sebagaimana yang ibu ceritakan menurut saya sudah benar. Terkait pajak parkir, apabila kita pajak pengertian pajak parkir di UU 28/2009, pajak tsb dibayar oleh pengguna parkir, dalam hal ini adalah orang pribadi yang memarkir kendaraan di hotel ibu. Dengan demikian, apabila uang parkir yang ibu pungut sudah termasuk pajak di dalamnya, maka yang ibu bayarkan kepada kas daerah bukanlah uang revenue ibu, tetapi memang uang pajak parkir yang seharusnya disetorkan. Dalam hal ini tidak ada overlapping pajak. Demikian jawaban saya.

      Like

  3. Mohon Penjelasannya, jika perusahan kami melakukan rapat di hotel, dalam rapat tersebut ada komponen banquet (konsumsi) dan penyewaan infocus/LCD kepada hotel. apakah hal tersebut menjadi objek pajak PPh23? selama ini kami tidak melakukan pemotongan untuk banquet, tetapi untuk penyewaan infocus/LCD kami melakukan pemotongan pph23.
    terima kasih.

    Like

    1. Selamat pagi ibu Handi. Apabila ada sewa sehubungan dengan harta yang merupakan objek PPh Pasal 23, tetap harus dipungut PPh Pasal 23.

      Like

  4. mas, mau nanya kalau misalnya suatu hotel memiliki jumlah kamar sebanyak 50 kamar terdiri dari 30 kamar milik perusahaan pengelola hotel sedangkan 20 kamar lainnya milik publik yang dititipkan kepada pihak pengelola hotel untuk di kelola dengan profit sharing 50:50. invoice dari transaksi dengan pengguna jasa sewa kamar selama 1 periode seluruhnya atas nama pengelola hotel tanpa menyebutkan adanya pihak ketiga (publik). bagaimana untuk perlakuan pajaknya? dasar pengenaan pajaknya berdasarkan jumlah invoice atau setelah di rekonsiliasi dengan profit sharing 50:50 tsb?

    Like

    1. Selamat siang Bapak Zaerudin. Dalam hal ini harus jelas, bagaimana hubungan antara hotel dengan pemilik kamar. Apakah hotel sebagai pengelola saja atau hotel menyewa dari pemilik kamar.

      Dalam hal kontrak antara hotel dan pemilik kamar adalah sewa, maka gambaran proses bisnisnya adalah: Hotel menyewa dari pemilik kamar dan menyewakan kembali kepada tamu. Hotel memperoleh mencatat penghasilan dari tamu dan membebankan biaya sewa kepada pemilik kamar sebagai biaya.

      Namun, dalam hal kontrak antara pemilik kamar dan hotel adalah pengelolaan, maka hotel mengelola kamar milik pemilik kamar. Pengelolaan ini termasuk di dalamnya adalah perawatan, pembersihan, dll. Hotel memperoleh penghasilan dari jasa pengelolaan tersebut.

      Untuk aspek pajaknya mengikuti kontrak yang berlaku. Dalam hal antara hotel dan pemilik kamar adalah sewa menyewa, maka berlaku ketentuan perpajakan atas sewa menyewa tsb. Namun dalam hal pengelolaan, berlaku juga ketentuan perpajakan untuk jasa pengelolaan tsb.

      Semoga membantu.

      Like

  5. Malam pak,
    Saya mau bertanya. Untuk usaha perhotelan yang omsetnya masih di bawah 4,8milyar. Apakah tahun berikutnya mengikuti peraturan PP46 ?

    Terima Kasih

    Like

    1. Selamat malam, untuk usaha perhotelan selama memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam PP 46/2013 maka menghitung PPh nya dengan PP tersebut.

      Like

  6. Malam Pak,

    Mohon penjelasannya terkait dengan service chargenya Pak. Mengenai jumlah tarif dan jenis pajak yang dikenakan? Berdasarkan ilustrasi Tuan Addin service charge sudah dikenakan pajak daerah sebesar 10% lalu kenapa keterangan dibawahnya service charge dikenakan pajak PPh 21?

    Like

  7. Hello Pak Nasikhudin,

    maaf sebelumnya, saya mau bertanya, kasus seperti ini :

    PT. A adalah perusahaan owner yang menyertakan modal kepada Hotel B, dimana di PT. A tidak mempunyai revenue, hanya biaya operasional untuk 2 staff admin di PT.A

    Sedangkan Hotel B, secara npwp merupakan cabang dari PT. A yang kegiatan usaha berada diluar kota.

    Dalam hal ini saya ingin menanyakan beberapa hal :

    1. PHR sepenuhnya akan dibayarkan dan dilapor oleh Hotel ke pajak daerah kan ya ?
    2. Apakah perlakuan PHR atas revenue dan service charge hotel dibedakan ?
    3. Dalam hal ini Hotel mempunyai kewajiban untuk menyetorkan profit mereka perbulan kepada PT. A. bagaimana perlakukannya didalam laporan keuangan baik dari sisi Hotel B dan PT. A ?
    4. Saat dilakukan konsolidasi laporan keuangan di PT.A sebagai Pusat, bagaimana perlakuan jurnal eliminasi yang harus dilakukan ? apakah profit dari Hotel tetap diakui ? ..

    Terima kasih banyak pak, semoga saya bisa dibantu diberi pencerahan.

    Leonald,

    HP/WA : 0857-7400-9548
    Email : ronaldleopard@yahoo.com

    Like

    1. Selamat sore bapak Ronald. Bapak mengatakan bahwa PT A menyertakan modal pada hotel B, yang saya tangkap adalah bahwa PT A merupakan pemegang saham dari perusahaan yang mengelola hotel B (sebut saja PT B). Namun kemudian Bapak menyatakan bahwa secara NPWP hotel B merupakan cabang dari PT A, yang artinya bahwa PT A dan Hotel B merupakan satu entitas perusahaan.

      Menjadi pemegang saham dengan membuka cabang berbeda konteks apabila berbicara mengenai kepemilikan modal/saham. Untuk menjawab pertanyaan ini, saya asumsikan bahwa PT A merupakan pengelola dari Hotel B, sehingga Hotel B adalah PT A yang mempunyai lokasi usaha di tempat yang berbeda sehingga harus dibuatkan NPWP Cabang.

      Jawaban untuk pertanyaan Bapak:
      1. PHR sepenuhnya akan dibayarkan dan dilapor oleh Hotel ke pajak daerah kan ya ?
      Pajak hotel dan restoran dibayar oleh hotel (tepatnya pengelola hotel) ke daerah. Betul sekali pak.

      2. Apakah perlakuan PHR atas revenue dan service charge hotel dibedakan ?
      Dalam hal service charge dicatat oleh hotel sebagai pendapatan, maka service charge tersbeut juga akan dikenai pajak hotel dan restoran seperti revenue.

      3. Dalam hal ini Hotel mempunyai kewajiban untuk menyetorkan profit mereka perbulan kepada PT. A. bagaimana perlakuannya didalam laporan keuangan baik dari sisi Hotel B dan PT. A ?
      Sesuai asumsi yang saya pergunakan, seharusnya penghasilan hotel B adalah penghasilan juga bagi PT A. Namun apabila ternyata hotel B merupakan cabang dari PT A, terkait pembagian profit tersebut merupakan pembayaran atas apa? balas jasa? Untuk menjawab ini beberapa hal perlu diluruskan.

      4. Saat dilakukan konsolidasi laporan keuangan di PT.A sebagai Pusat, bagaimana perlakuan jurnal eliminasi yang harus dilakukan ? apakah profit dari Hotel tetap diakui ? .
      Sama seperti nomor 3.

      Semoga membantu Pak Ronald.

      Like

  8. Dear Pak Nasikhudin, selamat sore.

    Saya ingin menanyakan terkait PPN Masukan atas sewa apartemen.

    Perusahaan saya bergerak di bidang Jasa konsultasi Bisnis. Dan ada pegawai tetap dari Jepangnya (Ekspatriat). Perusahaan menyewa sebuah apartemen yang diperuntukkan Ekspatriat tersebut. Apakah PPN nya bisa dikreditkan oleh perusahaan kami? Karena sampai dengan saat ini, saya tidak berani untuk mengkreditkan karena itu tidak ada hubungan dengan kegiatan usaha dan tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang PPN merujuk pada Pasal 9 ayat 8 (b) dan penjelasannya.

    Apakah yang dilakukan saya sudah benar?

    Perlu diketahui, tagihan dan penghasilan kita, yakni dari Jasa konsultasi (semacam pemberian nasehat bisnis dan pengelolaan aset perusahaan). Apakah sewa apartemen untuk ekspatriat di atas menurut Bapak ada hubungan dan terkait dengan penyerahan yang terutang PPN, kah?

    Terima kasih. Mohon balasannya yah, Pak.

    Syauqi

    Like

  9. Mas saya mau bertanya, apakah pajak hotel dan restauran yang ada di dalam hotel tersebut di pisahkan atau disatukan? Makasih sebelumnya

    Like

    1. Mengacu kepada UU Pajak dan Retribusi DAerah, pajak hotel dan restoran merupakan dua jenis pajak yang dikenakan atas objek yg berbeda, shg harus dipisahkan.

      Like

  10. Selamat Siang Pak,
    Terkait dengan PP 46, apakah seluruh penghasilan hotel baik sewa kamar, service charge, sampai dengan sewa ruang untuk pihak luar dikenakan tarif 1% berdasarkan PP 46?
    Apa saja yang menjadi obyek PP 46 pada hotel?

    Like

    1. karena hotel tidak dikenai pph final, maka dalam hal penghasilannya di bawah 4,8 miliar tetap menghitung pajaknya dg pp 46. Seluruh penghasilan yang merupakan objek PPh.

      Like

  11. Terimakasih sebelumnya pak atas artikel yg cukup mendidik.
    Pak di Perda tertulis: “Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel.” Nah yang dimaksud dengan: “..yang seharusnya dibayar..” itu apa ya pak?
    Karena sy baru saja menghadap kepala unit pendapatan daerah, itu katanya pajak yg dikenakan sebelum dikurangi diskon. Misal ada harga publish 500.000 kemudian sy diskon 20% untuk travel agent, maka dpp nya adalah 500.000 bukan 400.000 (500.000 – 20%).

    Like

  12. slmt siang pak,
    Saya ingin bertanya tentang cancellation fee (dalam artikel, 「Isu Terkini」no.5). Itu harus dicatat sebagai pendapatan dan apakah kita perlu memasukkan dasar pajak hotel? Apakah ada peraturan yang jelas tentang hal itu?
    terimakasih,

    Like

  13. Mohon penjelasannya, apabila parkiran dibuat oleh seorang owner di dalam gedung hotelnya sendiri, apakah dikenakan pajak?

    Like

  14. Mohon penjelasan pak, apabila sebuah hotel melati dengan penghasilan dibawah 4,8m / tahun dan bukan obyek PPn, namun dimiliki oleh orang pribadi yang kebetulan bekerja sebagai karyawan yang telah dikenakan PPh 21 sampai limit pajak 30%, Apakah selain membayar pajak daerah 10% dari penghasilan hotel, pemilik hotel hanya berkewajiban membayar PPh 21 yang bersifat final 1% dari pendapatan hotel dan melaporkan bersama penghasilan lain (sebagai karyawan), ataukah harus diperhitungkan lagi dengan penghasilan lain (PPh 21 dari pemilik hotel yang kebetulan sebagai karyawan di tempat lain)? sehingga pemilik harus membayar tambahan (kurang bayar) 30% dari pendapatan bersih hotel tersebut?

    Like

  15. selamat siang pak, saya ingin bertanya, terkait dengan salah satu pajak daerah yaitu pajak air tanah di hotel, bagaimana pelaksanaan pemungutannya pajaknya ya? apabila air tanah disediakan oleh pihak swasta maka hotel dikenakan ppn atas jasa atau apakah terdapat pajak lainnya? terimakasih sebelumnya

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.